Senin, 28 November 2011

ini catatanku

ini catatanku
mau ku isi apa itu terserah aku
ini catatanku
mau ku tulisi apapun terserah aku
ini  catatanku
mau ku isi dengan keluhku itu terserah aku
ini catatanku
mau ku isi dengan senyumanku itu terserah aku

ini catatanku
mau ku isi dengan kebahagianku itu urusanku
ini catatanku
mau ku isi dengan kebejatanku itu juga urusanku
ini catatatnku
mau ku isi tentang filosofi karakterku itu pun urusanku
ini catatanku
mau ku isi tentang aku dan perasaanku itu juga urusanku

dan ini tetap catatanku
ada cerita dalam catatanku
dan ini masih tetap catatanku
ada naskah ceritaku di catatanku
dan ini akan masih menjadi catatanku
ada jalinan kisah kekasih dalam catatanku
meski catatanku ini mengisi catatan-catatanku
hingga catatan ini tersusun masih tetap catatanku

Jumat, 25 November 2011


INTENSITAS KEMUNCULAN BAHASA KIAS DALAM

PENULISAN CATATAN PADA JEJARING SOSIAL FACEBOOK

(sebuah Artikel Ilmiah Populer)
Materi Kuliah Linguistik
Dosen pembimbing:
Prof. Dr. Kisyani



Oleh:
Agus Paramuriyanto
Nim: 117835008

 PROGRAM PASCASARJANA (S2)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUNAJARAN 2011/ 2012









Intensitas Kemunculan Bahasa Kias
dalam Penulisan Catatan pada Jejaring Sosial Facebook


Kerangka Tulisan
1.      Pengantar
2.      Tujuan
3.      Kemampuan Berbahasa
4.      Analisis
5.      Manfaat
6.      Kesimpulan


Intensitas Kemunculan Bahasa Kias
dalam Penulisan Catatan pada Jejaring Sosial Facebook


Dewasa ini perkembangan teknologi di dunia sangat luar biasa maju, apalagi di bidang tenik telekomunikasi, dalam terkininya kemajuan teknologi ini memiliki sistem yang sangat canggih. Misalnya dalam hal yang berkaitan dengan pencarian informasi atau pemberian informasi. Penggunaan kecanggihan dan fasilitas-fasilitas yang diberikandunia maya bahasa kerennya Internet. Internet yang bisa kita kenal adalah sebuah sitem tang komplek dan hampir tidak ada kekurangan dan mampu menyediakan segala ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia, karena di dalam internet tersedia situs-situs yang menyediakan segala informasi seperti Google, Yahoo, Bing, dan lain-lain. Kita ambil saja satu, Google, hampir dari semua penghuni bumi mengenal situs ini, dan kebanyakan orang di Indonesia mengidolakannya. Sebut saja “mbah google”, hehe,,.
Berbicara mengenai internet selain terdapat situs besar seperti yang telah disebutkan di atas, ada juga jejaring sosial yang memberikan sentuhan baru dan lebih mudah di cerna pengaturannya. Jejaring sosial yang sudah berkembang di Indonesia di masa sekarang ini sangat banyak sekali. Seperti jejaring Facebook, Twitter, Hasser, dan lain-lain.
Facebook, nama ini bak jamur yang sudah mengakar dan beranak-pinak di lingkungan remaja di Indonesia, namun di waktu sekarang ini facebook tak lagi menjadi konsumsi anak muda melainkan sudah menjamur ke semua umur. Bahkan anak-anak setingkat sekolah dasarpun sudah sangat mengenal facebook. Dan tak jarang anak remaja atau pun orang dewasa kalah akan pengetahuan mereka mengenai facebook ketimbang anak yang setingkat sekolah dasar tersebut.
Pengetahuan-pengetahuan tersebut bisa di bilang penggunaan fasilitas-fasilitas yang di berikan facebook, seperti catatan, koment, penulisan status, dan isian profil, dan dan lain-lain.
Internet sebagai pangungkapan kemampuan berbahasa, benarkah statement tersebut, statement tersebut akan dibukti bila kita mengungkap sebuah salah satu fasilitas yang sudah disediakan oleh situs facebook. Misalnya status atau penulisan catatan. Dalam penulisan status terdapat pembatasan jumlah kata jadi kemampuan berbahasa siswa kurang optimal. Namun itu sudah bisa dikatakan bahwa kemampuan bahasa dapat diungkapkan melalui internet.
Kemampuan menulis, berbicara mengenai kemampuan berbahasa yang satu ini bila dikaitkan dengan jejaring FB (facebook). Maka akan sangat terlihat di fasilitas pembuatan catatan. Dalam sebuah catatan di FB, sebut saja catatan Dimesees van Houten “Sejawat Semasa” (04-09-2011) karya A RadiaCe Afarahah  
(teman sesama pengguna facebook), terdapat banyak kata-kata yang memiliki makana yang sangat dalam dan memiliki makna kias. Dalam catatan tersebut terdapat beberapa kata atau kalimat yang merupakan sebuah kiasan yang harus diungkap agar isisnya singkron terhadap hidupnya ataupun yang sedang dialaminya dalam kehidupan di sekelilingnya.
Dengan adanya catatan sejawat semasa ini secara tidak langsung membuktikan bahwa seorang dimesees van houten memiliki kemampuan berbahasa menulis, dan dalam kaitannya yaitu menulis kata-kata kiasan atau perumpamaan. Dan biasanya setiap perumpamaan kata tersebut terdapat konjungsi pembanding atau penyetara. Namun adanya juga yang tidak menggunakan konjungsi penyetara dan kode pembanding tersebut. Seperti dan, atau, jika, dan lain-lain.
Bahasa kias dalam bahasa-bahasa  indonesia,  seperti bahasa-bahasa majas, perumpamaan-perumpamaan memang memang sangat luar biasa indah. Namun dalam penilaian akan ketinggian makna atau kedalam makna yang di kiaskan dalam kata tersebut sangat hubungannya dengan ilmu semantik dan pragmatik. Menurut keraf (2007:136) bahasa kiasan pertama-tama di buat karena adanya persamaan dan perbedaan, misalnya benda satu dengan benda yang lain atau sifat yang satu dengan sifat yang lain ataupun sifat dilambangkan dengan benda atau sebaliknya.
Intensitas kemunculan bahasa kias yang terdapat dalam catatan sejawat semasa karya dimesees ini memiliki intensitas yang cukup sering karena hampir dari semua kata yang terdapat dalam catatan tersebut merupakan bahasa kias.
Misalnya, dari judulnya pun kita sudah bisa di katakan sebuah kiasan yakni:
           
            Sejawat semasa
           
Dalam makna kiasnya kata sejawat semasa. Kata sejawat jika dikembalikan ke makna bahasa kias berarti teman yang seumuran dan sudah memiliki arti yang bagus. Namun, dibandingkan lagi dengan adanya kata semasa yang memiliki arti dalam satu masa, dalam  kaitan  dengan  kehidupan, kata sejawat semasa dikiaskan sebagai teman yang seumuran dan teman yang hidup dalam satu masa. Jadi kata sejawat merupakan kiasan atau perumpamaan dari kata semasa. Meski dengan  catatan  kedua  kata  tersebut tidak di pisah dengan konjungsi pembanding, atau penyetara.

Bila hati tlah terluka
Selama itu pula
Kita berduka

Takkan ada lagi
Rasa tersisa meski
Mulut sampai berbusa

Dalam makna kiasnya yang merupakan sebuah perumpamaan dan perbandingan kalimat “bila hati teluka” di samakan artinya dengan kalimat “selama itu pula kita berduka” makan akan jelas sekali makna perumpamaannya, yakni bila hati terluka diumpamakan sebagai selama itu pula kita berduka. Artinya, selama hati kita telah terluka selama itu pula hati kita berduka. Jadi kalimat bila hati tlah terluka diumpakan atau merupakan kiasan dari selama itu pula kita terluka.
Frase kedua terdapat makna kias namun memiliki konjungsi persyaratan yaitu meski. Dalam frase takkan ada lagi rasa tersisa memiliki perwakilan makna tak ada lagi maaf lagi untukmu dan di bandingkan dengan frase sampai mulut berbusa dan di konjungsikan dengan kata meski maka keduanya frase tersebut adalah sebuah kata perumpamaan persyaratan. Karena kedua frase tersebut memiliki arti yang menunjukan sebuah persyaratan, yaitu meski kamu meminta maaf kepadaku sampai mulutmu berbusa aku tetap tidak akan memaafkanmu.
Kata meski sampai mulut berbusa merupakan sebuah kata kiasan karena sudah mengkiaskan makna lain yakni meskipun kamu meminta maaf sampai mulutmu mengeluarkan busa atau sangat banyak mengucapkan maaf.
Kata “mulut berbusa” dalam catatan ini merupakan perumpamaan mengatakan kata maaf sebanyak-banyaknya terhadapku. Jadi pada bait pertama dalam catatan sejawat semasa karya dimesees ini adalah bahasa kias.

Aku masih tak bisa menyangka
Sejawat semasa bisa
Jadi tersangka

Tak hanya ular yg punya bisa
Namun hanya bertahan dengan satu masa

Bait kedua merupakan kiasan dari bait ketiga, dalam bait kedua terdapat kata sejawat semasa yang di samakan dengan tersangka dan ular pada bait ketiga yang hanya bertahan dengan satu masa.
Dan ketika kita melihat dan membaca bait selanjutnya hingga pada bait terakhir maka akan sangat jelas penggunaan bahasa kiasan yang sangat tinggi, karena memiliki makna perumpamaan yang sangat mendalam dan menyimpan bnyak makna serta semakin banyak pembaca memiliki pengetahuan akan arti makna-makna perumpamaan maka akan semakin kaya juga mkna p[erumpamaan yang terkandung di dalam catatan yang berbentuk puisi ini.

Ku terluka
Dalam luka
Yang terluka
Lukaku terbuka
Lagi dalam luka

Yang terluka
Karena luka
Yang terluka
Akibat luka-luka
Sejawat semasa

Menurut peneliti puisi tersebut memilki makna kiasan yang luar biasa tinggi. Hal tersebut tergambar pada bait ke empat dan bait kelima yang memiliki makna perumpamaan layaknya hati yang sudah memiliki luka namun di dalam luka tersebut terdapat luka lama yang terluka lagi gara-gara ulah teman sejawat semasanya. Dan dalam kaitannya dengan bahasa kiasan pada bait ke tiga dan ke empat sangat mendalam dan sangat tinggi.

Sejawat semasa
Yang tak tahu
Arti lukakah
Kaki kau
Jika kakiku terluka

Sebenarnya kata-kata kiasan yang yang bisa melambangkan keseluruhan isi puisi tersebut terwakili oleh bait terakhir. Karena pada bait terakhir ini merupakan penjelasan singkat dari bait-bait sebelumnya. Seperti lukakah kaki kau jika kakiku luka, dalam kalimat ini membandingkan dan mengumpamakan apakah hatimu juga luka jika hatiku luka.

Selain catatan yang di analisis di atas masih banyak catatan-catatan lainnya, seperti puisi “aku kini” karya Novia Ayu Irma (26-11-2010) juga mengandung banyak bahasa kias seperti kata “hatiku beku”. Kata beku didalam puisi tersebut pengumpamakan keadaaan hati si penulis yang sedang sedih, terdiam, tak dapat dibenahi, dan lain-lain. Dan kata-kata seterusnya pun memiliki makna kiasan yang luar biasa. 
Dari analisis data di atas bisa di simpulkan bahwa  intensitas kemunculan bahasa kias di catatan facebook sangat mendominasi, bahkan bisa dibilang 80% kata yang terdapat di setiap catatan merupakan kata kiasan atau perumpamaan. Dengan  atau tanpa sadar, disini terbukti bahwa fasilitas catatan di jejaring sosial facebook dapat dijadikan sebuah sarana yang bermanfaat bagi perkembangan dan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia, khususnya kemampuan  menulis, baik dari segi pemakaian bahasa baku, bahasa kiasan, penggunaan tanda baca, penyusunan alur cerita, penokhan setting, dan lain sebagainya.


Rujukan:
Keraf, Gorys, 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama;

ALIRAN  POSITIVISME   DALAM
METODE PENELITIAN KUALITATIF



Metodologi Penelitian Kualitatif
Dosen pembimbing :
Dr. Maria Mintowati








Ditulis oleh :
Kelompok 1 Kelas C 2011:


Agus Paramuriyanto               117835008
Rasmian                                  117835065





PROGRAM PASCASARJANA (S-2)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN AJARAN 2011/ 2012



ALIRAN POSOTIVISME DALAM
METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

A.    Pengantar
Ilmu pengetahuan sering dipandang sebagai akumulasi pengetahuan yang sistematis. (Nasution, 2004:2). Ilmu  pengetahuan yang memiliki sifat sistematis tersebut pada hakekatnya bersifat tentative atau sementara. Sehingga sewaktu –waktu dapat berubah atau berkembang. Ilmu pengetahuan dapat berubah atau berkembang dikarenakan adanya  penegetauan-pengetahuan baru yang dianggap lebih benar. Dalam hal ini, penelitian merupakan salah satu faktor penentu perubahan tersebut.
Dunia penelitian dari waktu ke waktu juga berkembang. Sejak abad ke16-17 paradigma penelitian dipengaruhi oleh pandangan rasionalisme (tahun 1596-1650). Isi  pandangan ini antara lain 1) sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal (rasio), 2) pengalaman empiris hanya berfungsi mengukuhkan pengetahuan yang diperoleh oleh akal, 3) akal tidak memerlukan pengalaman indrawi ( Mantra, 2008:34).
Pada tahun 1651-1626 paradigma penelitian dipengaruhi pandangan empirisme. Diantara isi pandangan ini adalah 1) dunia merupakan suatu keseluruhan sebab akibat, 2) perkembangan akal ditentukan oleh perkembangan empiris ( Mantra, 2008:34).
Selanjutnya  pada abad ke-19 paradigma penelitian dipengaruhi  pandangan positivism yang dipelopori oleh pemikiran Auguste Comte (1798-1857). Dalam usaha untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat, kelompok positivisme berusaha untuk mengetahui melalui penelitian ( Mantra, 2008:24). Pendekatan yang dianut oleh kelompok positivisme ini sering disebut sebagai penelitain kuantitatif.
Perkembangan  dunia pendidikan sering kita jumpai banyak masalah-masalah yang membutuhkan jalan keluar. Dan tentunya di perlukan suatu penelitian dalam menyelesaikan masalah-masalah itu. Meninjau pemecahan masalah-masalah tersebut membutuhkan sebuah penelitian maka sebaiknya kita menelaah metode-metode penelitian.
Bicara mengenai metode penelitian, metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu penelitian yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Dan dalam hal ini metode penelitian di bagi menjadi dua nama besar yaitu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. kita sudah mengenal ada metode penelitian kualiatif dan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kualitatif itu adalah metode yang menggunakan pembahasan secara deskistif namun penghitungannya tetap menggunkan statistik sedangkan metode kuantitatif cenderung menggunakan perhitungan data atau biasa kita kenal dengan statistik.
Dalam makalah singkat ini akan dibahas secara singkat pula penelitian kualitatif yang memanfaatkan pandangan positivisme.

B.     Pengertian Positivisme
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1859). Dalam karya discour l’esprit positiv (1844) yaitu pembicaraan tentang jiwa positif, Comte menguraikan secara singkat pendapat positivis, yaitu; hukum tiga tahap, klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan dan bagan mengenai tatanan dan kemajuan ilmu pengetahuan. (Atang, dkk. 2008: 296)
Positivisme berasal dari kata “positif”. Disamakan dengan faktual, yaitu semua yang berdasarkan fskta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Penanyaan tentang “hahekat” benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidaklah berarti apa-apa. Positivisme juga berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan empirisme, positivisme pun mengutakan pengalaman. Hanya saja berbeda dengan empiris yang berkembang di Inggris, karena di Inggris selain menerima pengalaman jasmaniyah juga menerima pengalaman batiniah, sedangkan positivisme tidak menerima pengalaman batiniah karena hanya bertumpu pada fakta-fakta saja. (Juhaya S. Pradja, 2000: 89)
Hukum tiga tahap Comte (1798-1857) merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner  umat manusia dan masa primitif sampai peradaban prancis abad ke sembilan belas yang sangat maju. Singakatnya hukum ini menyatakan bahwa masyarakat (atau umat manusia) berkembang melalui tahap utama. Tahap-tahap ini  ditentukan  menurut  cara berfikir  yang dominan, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Lebih lagi, pengaruh cara berfikir yang berbeda-beda ini meluas ke pola-pola kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat. Jadi, watak struktur sosial masyarakat bergantung  pada gaya epistemologisnya atau pandangan dunia, atau cara mengenal dan menjelaskan gejala yang dominan.(Atang, 2008. 301 )
Comte menjelaskan hukum tiga tahap sebagai berikut.
“ Dari studi mengenai perkembangan inteligensi manusia, dan melalui segala zaman, penemuan muncul dari suatu hukum dasar yang besar. Inilah hukumnya: bahwa setiap konsepsi kita yang paling maju-setiap cabang pengetahuan kita-berturut-turut melewati tiga kondisi teoritis yang berbeda: teologi atau fiktif; metafisik atau abstrak; ilmiah atau positif. Dengan kata lain, pikiran pada dasarnya, dalam pembangunannya, menggunakan tiga metode berfilsafat yang karakternya sangat berbeda dan  malah sangat bertentangan .... yang pertama merupakan titik tolak yang harus ada dalam pemahaman manusia; yang kedua suatu keadaan peralihan; dan yang ketiga adalah pemahaman dalam keadaan yang pasti dan tak tergoyahkan. (Atang, 2008, 301)

Jadi menurut uraian di atas positivisme adalah sebuah pemikiran tentang hal-hal yang berbau positif dan berpakotan pada fakta-fakta pengalaman jasmani saja yang rasional dan menolak pengalaman batiniah, yang didasari oleh hukum tiga tahap Comte.

C.     Metodologi Penelitian Kualitatif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990. 920. Metodologi  adalah kembangan dari kata metode atau cara  jadi metodologi adalah ilmu tentang metode. Sedangkan Penelitian berasal dari kata teliti yang memiliki makna cermat; seksama. Kemudian dikembangkan menjadi meneliti yang berarti memeriksa (menyelidiki, dsb). Kemudian dikembangkan lagi menjadi penelitian yaitu: pemeriksaan yang teliti. Dan kualitatif adalah berdasarkan mutu.
Penelitian adalah suatu kegiatan monopoli para ahli. Dalam artian ahli dibidangnya masing-masing (Arikunto, 2006. 1).
Jadi metodologi penelitian adalah sebuah ilmu tentang metode atau cara untuk melakukan sebuah pemeriksaan secara teliti namun semua itu harus berdasarkan mutu. Maksudnya ilmu tentang cara untuk melakukan pemeriksaan secara teliti namun yang diteliti itu bermutu atau penting untuk diteliti dan dibutuhkan penjelasan terhadap bahan yang akan diteliti tersebut.
Kemudian digabungkan dengan pemikiran aliran positivisme menjadi sebuah ilmu tentang cara untuk melakukan pemeriksaan secara teliti namun yang diteliti  itu  bermutu atau penting untuk diteliti dan dibutuhkan penjelasan terhadap bahan yang  akan diteliti  tersebut  dengan berpandangan positif atau pada fakta-fakta. Namun dalam hal penyajian, penelitian kualitatif tidak boleh lepas dari cara penyajiannya yakni secara deskriptif.

D.    Pendekatan Aliran Positivisme dalam metodologi penelitian kualitatif
Menurut  Muhadjir, metodologi penelitian kuantitatif dengan teknik statistikanya diakui mendominasi analisis sejak abad ke-18 hingga abad ini. Dengan semakin canggihnya teknologi komputer, berkembangnya tenik-teknik analisis statistik yang mendukung pengembangan pennelitian kuantitatif. Metodologi kuantitatif menjadi lebih bergengsi daripada penelitian kualitatif, karena diyakini hasil pendataannya lebih akurat. Lebih-lebih bila diperhatikan pada sejumlah kenyataan kebanyakan calon ilmuan menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan alasan dan bukti ketidakmampuannya menguasai tekni-teknik analisis statistik. Jadi mereka menggunakan analisis deskriptif karena dianggap lebih mudah.
Metodologi penelitian kuantitatif statistik bersumber pada wawasan filsafat positivisme Comte, yang menolak metaphisik dan teologi; atau menganggap teologi dan metaphisik sebagai primitif. Melainkan menyakini hukum-hukum inheren atau secara lebih menyakinkan didasarkan  pada penelitian empirik daripada teologi dan metaphisik. Karena menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empirik.
Dengan pendekatan positivisme dalam metodologi penelitian kuantitatif, menuntut adanya rancangan penelitian yang menspesifikkan objeknya secara eksplisit, dipisahkan dari objek-objek lain yang tidak diteliti. Metodologi penelitian kuantitatif mempunyai batasan-batasan pemikiran yaitu: korelasi, kausalitas, dan interaktif; sedangkan objek data, ditata dalam tatapikir kategorsasi, interfalisasik dan kontinuasi. (Muhadjir,2008. 12).
Jadi intinya, metodologi kuantitatif mulai dengan penetapan objek studi yang spesifik, dipisahkan dari totalitas atau konteks besarnya; sehingga eksplisit jelas objek studinya. Kemudian disusun kerangka teori sesuai dengan objek studi spsifiknya. Dari situ ditelorkan hipotesis atau problematik penelitian, instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta teknik analisisnya; juga rancangan metodologik lainnya, seperti: penetapan batas signifikansi, teknik-teknik penyesuaian bila ada kskurangan atau kekeliruan dalam data. Administrasi, analisis dan semacamnya. Dengan kata lain semua dirancang masak-masak sebelum terjun ke lapangan sebelum meneliti.
Sementara pembaca atau calon peneliti mempertanyakan: mengapa materi pembahasan ini membahas metodologi penelitian kuantitatif, sedangkan pokok bahasan yang sebenarnya adalah pendekatan positivisme dalam metodologi penelitian kualitatif. Sebenarnya, pada pendekatan positivisme dalam metodologi kualitatif, peneliti hanya menggunakan pola pikir dari metodologi penelitian kuantitatif saja. Baik itu sistemnya, cara analisisnya, ataupun penyusunannya. Namun yang menjadi tolak ukurnya adalah memanfaatkan kemampuan metodologi penelitian kuantitatif yaitu: mengakomodasikan teks deskipsi verbal menggantikan angka atau menggabungkan olahan data statistik dengan olahan verbal, namun  tetap dengan pola pikir  kuantitatif. Intinya kualitatitif positivisme ini hanya mengambil sisi positif dari kemampuan kuantitatif kemudian dijabarkan dengan deskriptif.
Sebagaimana dijelaskan dalam subbabpengantar  bahwa Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Auguste Comte berpandangan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta(Salahundin, 2011: 74). Dengan demikian ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Dalam hal ini Muhajir (2000, 12) menjelaskan bahwa kaum positivisme mengembangkan metodologi aksiomatisasi teori ilmu ke dalam ke dalam logika matematik, dan dikembangkan lebih jauh dalam logika induktif.  Oleh karenanya  penerapan metode tersebut banyak dipakai oleh ilmu-ilmu alam.
Menurut W.  Dilthey  dalam Hardiman (2003: 22) ilmu dibedakan menjadi dua yaitu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu roh/budaya. Ilmu-ilmu alam mepiluti ilmu Fisika, Kimia, Biologi dan lain sebagainya.

Penerapan pandangan positivisme dalam penelitian ilmu alam menurut Hardiman ( 2003:22) dapat dijelas  sebagai berikut:
a.       Seorang ahli ilmu alam misalnya mengamati benda jatuh, sel atau larutan asam di laboratorium. Ia memandang objek penelitian tersebut dengan sikap bahwa proses-proses alamiah itu hanya sebagai objek belaka.
b.      Dengan pandangan bahwa proses alamiah itu hanya sebagai objek belaka, peneliti menghadapi objeknya sebagai fakta netral.
c.        Peneliti memanipulasi objeknya dengan eksperimen untuk menemukan pengetahuan menurut model “sebab-akibat”.
d.      Hasil  manipulasi adalah sebuah pengetahuan tentang hokum-hukum yang niscaya terjadi di alam.

Sedangkan menurut Mantra (2008:24) kaum Positivisme melakukan penelitian melalui beberapa tahap. Tahap pertama membuat hipotesis tentang penyebab terjadinya masalah, tahap kedua  menguji hipotesis melalui percobaan, observasi dan komparasi. Tahap ketiga menganalisis apakah hipotesis diterima atau ditolak.  Jika hipotesis diterima maka statusnya berubah menjadi tesis, kebenaran atau dalil.
Menurut Moleong (2002:2) penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Istilah ini tampaknya digunakan untuk menujukkan kebalikan dari istilah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif Menurut Moleng adalah penelitian yang didasarkan pada perhitungan matematik yang meliputi prosentase, rata-rata, ci kuadrat dan perhitungan statistic lain( 2002:2).
Sedangkan Bungin (2010:3) mengemukan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian sosial yang menggunakan paradigma fenomenologi. Berbeda dengan Bungin, Arikunto (2006:12) memakai istilah penelitian kualitatif naturalistik sebagai padanan istilah kualitatif. Arikunto menjelaskan penelitian kulitatif naturalistik menunjuk bahwa pelaksanaan penelitian ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya. Dengan kata lain penelitian kualitaif merupakan penelitian  yang kesimpulannya tidak diperoleh dari prosedur-prosedur statistik
Kembali pada pertanyaan “apakah yang dimaksud dengan penerapan metode kuantitatif (metode ilmu alam/ metode positivisme) pada penelitian kualitatif”?
Menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu diingat pendapat Hardiman tentang pandangan positivism dalam penelitian ilmu alam yang telah dikutip pada subbab Mengenal Pisitivisme dan Metodologi Penelitiannya. Langkah-langkah yang dipakai dalam penelitian ilmu alam tersebut diterapkan dalam penelitian social yang objeknya diganti dengan ‘’fenomena-fenomena sosial”. Data dalam penelitian kualitatif diubah menjadi data kuantitatif.

Sebelum itu ada tiga persyaratan penting dalam mengadakan kegiatan penelitian  yaitu;  sitematis,  berencana  dan  mengikuti  konsep- konsep  ilmiah yang diterapkan   dalam  kegiatan   penelitian,   maka  urutan  urutannya  adalah  sebagai berikut;
a.       Penelitian dihadapkan pada suatu kebutuhan atau tantangan
b.      Merumuskan masalah, sehingga masalah tersebut menjadi jelas batasannya, kedudukannya, dan alternatif carau ntuk pemecahan masalah.
c.       Menetapkan hipotesis sebagai titik tolak mengadakan tindakan menetukan alternatif pemecahan yang dipilih
d.      Mengumpulkan data untuk menguji hipotesis
e.       Mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data dan dikembalikan kepada hipotesis yang sudah dirumuskan.
f.       Menentukan kemungkinan untuk mengadakan generalisasi dari kesimpulan tersebut serta implikasinya dimasa yang akan datang. (arikunto, 2006. 20-21).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan langkah-langkah Penelitian Kualitatif dengan Aliran Positivisme adalah:
a.       Memfokuskan topik yang akan diteliti
b.      Penelitian yang mengunakan ilmu logika matematik,
c.       Karena mengunakan logika matematik, maka data-data berupa angka matematik, oleh karena itu penelitian disebut sebagai penelitian kuantitatif
d.      Penelitian tidak hanya diterapkan pada ilmu alam yang meliputi fisika, kimia, biologi, melainkan ilmu sosialpun masuk didalamnya
e.       Penelitian menggunakan tahap perumusan hipotesis, percobaan, analisis hipotesis dan penyimpulan masalah
f.       Jika hipotesis diterima, maka ia berubah menjadi tesis, kebenaran atau dalil.
g.      Adanya langkah antisipasi atau peninjauan kembali agar dapat dikembangkan lagi supaya ada perkembang penelitian lebih lanjut dari penelitian tersebut.

Jadi kesimpulannya adalah metodologi penelitian secara tidak sengaja sudah mengadopsi aliran positivime karena metodologi penelitian sistematiknya sudah mencakup semua pemikiran aliran positivisme, yang mana langkah-langkah metodapat dirinci sebagai berikut;
a.       Memilih masalah
b.      Studi pendahuluan
c.       Merumuslan masalah
d.      Merumuskan hipotesis
e.       Memilih pendekatan
f.       Menentukan variabel
g.      Menyusun instrumen
h.      Mengumpulkan data
i.        Analisis data
j.        Menarik kesimpulan
k.      Menulis laporan

Menurut mantra, 2008. 37-berikut ini adalah beberapa contoh penelitian kualitatifif yang mengunakan pendekatan positivisme, atau biasa dikenal penelitian positivisme;

1.      Penelitian survei
Metode penelitian survei umumnya dipergunakan penelitian ekploratif, penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatif.
a.       Eksploratif
Penelitian ekploratif bertujuan untuk mengungkap hal-hal baru yang muncul di masyarakat. Misalnya, peristiwa bom bali yang terjadi di Legian (Bali) pada 12 oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 180 orang perlu diungkap. Untuk mengungkap hal tersebut polisi memerlukan adanya penelitian eksploratif. Baik siapa saja pelakunya, tujuan mereka, jenis bom yang dipakai, adakah hubungannya dengan teroris internasional, dan sebagainya. Itulah yang dimaksut dengan penelitian.
b.      Deskripsi
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realita sosial yang komplek yang ada di masyarakat. Misalnya, sensus penduduk yang diselenggarakan oleh negara-negara di seluruh dunia. Para petugas sensus tidak hanya mengumpulkan data berapa jumlah penduduknya dan di dijadikan informasikan ke kegara yang diteliti penduduknya tersebut. Di samping informasi kependudukan juga dikupas keadaan ekonomi rumah tangga di daerah penelitian.dan semua data tersebut dideskripsikan secara menyeluruh.

c.       Eksplanatif
Penelitian eksplanatif dibedakan menjadi dua yaitu; penelitian penjelasan dan penelitian prakiraan (prediksi).
Ø  Penelitian penjelasan, bertujuan menjelaskan sesuatu yang sudah terjadi. Penelitian ini terjadi karena adanya pertanyaan mengapa “hal” itu terjadi? dan  apa yang menyebabkan “hal” itu terjadi? Berangkat dari pertanyaan inilah penelitian penjelasan ini berangkat. Misalnya, kenapa di kota besar seperti jakarta masih terdapat tempat-tempat hunian msyarakat yang masih kumuh, dan apa yang menjadi penyebabnya? ... hal seperti ini membutuhkan penjelasan pastinya.
Ø  Penelitian prakiraan (prediksi), bertujuan untuk mencari jawaban. Misalnya apa yang terjadi terhadap masyarakat petani di suatu daerah kalau area pertanian berubah menjadi; pemukiman kawasan industri, dan menjadi prasarana pembangunan lainnya. Seperti adanya rencana pembangunan jembatan  Suramadu antara Surabaya-Madura. Jadi dengan adanya hal ini, maka diadakan penelitian prediksi, dengan pertanyaan bagaimana nasib awak kapal penyebarangan dan apakah berdampak pada keadaan sosial ekonomi masyarakat.

2.      Penelitian studi kasus
Studi kasus adalah metodologi penelitian yang diuraikan terdahulu berupaya mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam dan dalam jangka waktu yang lama. Bukan banyaknya individu dan juga nilai rata-rata yang dijadikan dasar pengambilan kesimpulan, melainkan didasarkan  pada ketajaman  peneliti dalam melihat: kecendrungan, pola , arah, interaksi banyak faktor, dan hal lain yang memacu atau menghambat suatu perubahan.



E.     Kesimpulanya
Jadi kesimpulannya adalah metodologi penelitian secara tidak sengaja sudah mengadopsi aliran positivime karena metodologi penelitian sistematiknya sudah mencakup semua pemikiran aliran positivisme, yang kemudian diterapkan  dalam penelitian kualitatif yang mana langkah-langkah tersebut dapat dirinci sebagai berikut;
a.    Memilih masalah
b.    Studi pendahuluan
c.    Merumuslan masalah
d.   Merumuskan hipotesis
e.    Memilih pendekatan
f.     Menentukan variabel
g.    Menyusun instrumen
h.    Mengumpulkan data
i.      Analisis data
j.      Menarik kesimpulan
k.    Menulis laporan





DAFTAR PUSKATA

Arikunto, suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Abdul Hakim, Atang dan Beni Ahmad Saebani, 2088. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Bungin, M Burhan, 2010. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
Hardiman, Budi, 2003. Melampaui Positivisme dalam Modernitas. Yogyakarta: Konisius.
Mantra, Ida Bagoes, 2008. Filsafat dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, Lexy J, 2002. Metodologo Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Posdakarya.
Nasution, S. 2004. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suyanto, Bagong dan Sutinah, 2010. Metode Penelitian Sosial, Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.