Jumat, 13 Juli 2012

ANALISIS KATA JANGKRIK DALAM SALAH SATU SPONSOR VIDEO JARUM 76


ANALISIS KATA JANGKRIK DALAM
SALAH SATU SPONSOR VIDEO JARUM 76


PRAGMATIK
Analisis Prinsip Kesantunan Leech


Dosen Pengampu:

Dr. Suhartono, M. Pd.


  


Oleh:

Agus Paramuriyanto, S. Pd.

Nim : 007 835 008




PROGRAM PASCASARJANA (S2)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI  SURABAYA
2011/2012

ANALISIS KATA JANGKRIK DALAM  SALAH SATU SPONSOR VIDEO JARUM 76 ANALISIS PRINSIP KESANTUNAN LEECH


A.    Latar belakang
Pada hakikatnya, bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Seandainya ada bahasa yang sudah mampu mengungkapkan sebagian besar pikiran dan perasaan lebih dari bahasa yang lain, bukan karena bahasa itu lebih baik tetapi karena pemilik dan pemakai bahasa sudah mampu menggali potensi bahasa itu lebih dari yang lain. Jadi yang lebih baik bukan bahasanya tetapi kemampuan manusianya. Semua bahasa hakikatnya sama, yaitu sebagai alatkomunikasi.
Bahasa menentukan perilaku budaya manusia memang ada benarnya. Orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata, ungkapan yang santun, struktur kalimat yang baik menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya tidak baik, meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar, dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saat tidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul pilihan kata, ungkapan, atau struktur kalimat yang tidak baik dan tidak santun.
Untuk saat ini kesantunan berbahasa mulai tidak begitu diperhatikan, dan bahkan hal tersebut sudah tidak dianggap santun dan merupakan hal biasa, hal tersebut bukan hanya terjadi di lingkungan percakapan masyarakat namun juga terjadi di lingkungan media massa. Kali ini kami akan membahas dalam kesantunan dalam media massa. Disesuaikan dengan arah penelitian ini, kami menggunakan prinsip-prinsip kesantunan dari Leech, yang meliputi 6 maksim kesantunan. Dalam kasusnya analisis ini dapat dianalisis dari segi kemaknaan yakni dari segi semantik, semiotik, dan pragmatik.
Dalam segi semantik yang membahas mengenai makna, dan semiotika membahas mengenai makna simbol-simbol dan pragmatik membahas tentang maksud yang diimplisitkan. Dari segi analisis semantik mencakup hal-hal yang berhubungan dengan makna kata sedangkan semiotika hanya mengambil makna simbol. Sedangkan analisis pragmatik memiliki ukuran dan segi analisis tersendiri seperti tinjak tutur, kesantunan, performatif, dan lain lain. Kali ini kami membahas kata jangkrik yang terdapat pada salah satu sponsor rokok jarum 76, yang terdapat pada TV di Indonesia. Analisis yang digunakan adalah analisis dari segi pragmatik yakni dari segi kesantunan dengan pendekatan prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Leech, dalam bukunya Prinsip-Prinsip Pragmatik. Selain ilmu-ilmu tersebut kata jangkrik merupakan hal yang bida di analisis dari segi linguistik, dan kajian-kajian lainnya.
Mengenai kesantunan ada pengelompokan tersendiri yakni kata makian jelasnya tidak santun, tapi bagaimanakah dengan nama hewan atau nama benda yang dilontarkan sesorang untuk mengatai orang tersebut, apakah hal tersebut santun ataukah tidak santun. Dilihat dari segi tujuan, itu sudah pasti tidak santun tapiapakah benar kata makian yang beinisial nama hewan itu tidak santun? Misalnya nama hewan jangkrik, yang bergantung konteks, karena ini adalah analisis prgmatik. Hal  itulah yang akan kita jelas pada penelitian ini.

B.     Masalah
1.      Rentangan masalah
a)      Kata jangkrik dalam sponsor dalam kajian linguistik
b)      Kata jangkrik dalam sponsor dalam analisis semiotik
c)      Kata jangkrik dalam sponsor dalam analisis semantik
d)     Kata jangkrik dalam sponsor dalam analisis pragmatik
e)      Kata jangkrik dalam sponsor dalam analisis kesantunan
f)       Kata jangkrik dalam sponsor dalam analisis ketidaksantunan
g)      Kata jangkrik dalam sponsor dalam analisis prinsip kesantunan Leech
2.      Batasan masalah
a)      Pada pembatasan ini, kami mebatasi bahwa penelitian kami hanya meneliti kata jangkrik yang dianalisis dengan pragmatik yang di kaikan dengan kesantunan dan kesantuna yang akan menjadi ukuran kesantunan kata tersebut adalah prinsip kesantunan dari Leech.
b)      Sedangkan analisis dengan linguistik ini terlalu umu karena mencakup banyak bidang ilmu dan ini merupakan sudah diluar bidang ilmu pragmatik, sama halnya dengan semantik dan smiotik keduanya merupakan bidang ilmu yang merupakan cakupan dari bidang ilmu lnguistik.
c)      Dari analisis ketidaksantunan ini sudah berada di luar bidang kesantunan dan hal hal ini dapat menjadi sebuah penelitian lain dari ruang lingkup tersendiri yankni ketidaksantunan. Karena penelitian ini hanya meneliti kata jangkrik pada sponsor dalam kajian prinsip kesantunan yang di kemukakan oleh Leech.
3.      Rumusan masalah
a)      Masalah umum
Masalah umum yang kami angkat adalah, apakah kata yang bereferensikan nama hewan merupakan kata makian yang tidak santun ataukah masih santun
b)      Masalah khusus
Apakah kata jangkrik tersebut merupakan kata makian dalam konteks di sponsor rokok jarum 76 tersebut, dan apakah kata jangkrik tersebut bisa menjadi kata makian dan tidak santun ataukah santun, serta dari segi mana kata jangkrik ini yang melanggar prinsip kesantunannya Leech.
4.      Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menentukan apakah kata jangkrik dalam sponsor rokok jarum 76 tersebut santun atau tidak santun dengan menggunakan pendekatan prinsip kesantunan Leech.
5.      Manfaat
Dari segi kemanfaatan penelitian ini. Maka, adanya penelitian ini dapat bermanfaat pada pragmatik bahwa apakah kata makian yang berasal dari nama hewan merupakan kata yang santun atau tidak santun. Selain manfaat diatas ada pula manfaat lainnya seperti setelah penelitian selesai dan telah di tentukan kesantunan kata jangkrik tersebut, maka penggunakan kata jangkrik ini dianjurkan untuk tidak digunakan dalam hal makian, karena merugikan orang lain.

C.    Teori Kesantunan Leech
Dari beberapa konsep kesantunan yang dikemukakan para ahli, menurut Rahardi (2008:59) prinsip kesantunan yang sampai dengan saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan relatif paling komperhensif adalah prinsip kesantunan yang dirumuskan oleh Leech (1983). Secara lengkap Leech (1983:132 dalam Rustono,1999:65) mengemukakan prinsip kesantunan yang meliputi enam maksim, yaitu;

a.       maksim ketimbangrasaan/kearifan (tact maxim),
b.      maksim kemurahhatian/kedermawanan (generosity maxim),
c.       maksim keperkenaan/pujian (appobation maxim),
d.      maksim kerendahhatian (modesty maxim),
e.       maksim kesetujuan/kesepakatan (agreement maxim), dan
f.       maksim kesimpatian (symphaty maxim)

(maxim a dan b berpasangan, maxim c dan d berpasangan, namun maxim e dan f tidak berpasangan)
Dalam prinsip kesantunan, setiap maksim berisi nasihat atau petunjuk. Uraian nasihat setiap maksim dalam prinsip kesantunan Leech sebagai berikut.
a.       Maksim Ketimbangrasaan (Tact Maxim)
Maksim ketimbangrasaan dijabarkan lagi dalam sub maksim, yaitu “Meminimalkan biaya kepada pihak lain!” dan “Memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain!” Gagasan dasar maksim ketimbangrasaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya. Perhatikan tuturan (1) berikut ini; 
Tuturan (1);
Tuan rumah     : “Silakan makan saja dulu, nak! Tadi kami semua sudah mendahului.”
Tamu               : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

Di dalam tuturan (1) tampak sangat jelas bahwa apa yang dituturkan si Tuan Rumah sungguh memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya bagi sang Tamu. Tuturan si Tuan Rumah pada contoh (1) memenuhi prinsip kesantunan karena memenuhi nasihat maksim ketimbangrasaan.
Jadi dalam maksim kearifan mberperinsip untung dan rugi, jika kata-kata penutur menguntungkan petutur maka penutur tersebut sudah santun. Dan jika sebaliknya apabila perkataan penutur merugikan petutur maka [erkataan penutur tidak santun.

b.      Maksim Kemurahhatian (Generosity Maxim)
Maksim kemurahhatian – Rahardi (2008:61) menyebutnya maksim kedermawanan, dijabarkan lagi dalam dua submaksim, yaitu “Meminimalkan keuntungan pada diri sendiri!” dan “Memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain!” Menurut Rustono (1999:67) nasihat yang dikemukakan di dalam maksim ini adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan sekecil-kecilnya. Dengan maksim kemurahhatian, penutur diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan pada dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Tuturan (2) dapat memperjelas pernyataan tersebut.
Tuturan (2);
A         : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak, kok, yang kotor.”
B         : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga, kok.”

Dari tuturan yang disampaikan oleh A dapat diketahui dengan jelas bahwa A berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain (B) dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya B. Tuturan A pada contoh (2) memenuhi nasihat maksim kemurahhatian prinsip kesantunan.

c.       Maksim Keperkenaan (Appobation Maxim)
Maksim keperkenaan dijabarkan dalam submaksim, yaitu “Minimalkan penjelekan kepada pihak lain!” dan “Maksimalkan pujian kepada pihak lain.” Maksim keperkenaan berisi nasihat bahwa orang akan dianggap santun  apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan atau pujian kepada pihak lain dan meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain. Dengan maksim ini diharapkan para peserta tutur tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Tuturan (3) B berikut ini mematuhi maksim keperkenanan, sementara tuturan (4) B melanggarnya.
Tuturan (3);
A         : “Prof, saya tadi sudah memulai kuliah perdana Pragmatik.”
B         : “Oya, tadi saya mendengar penjelasan anda tentang Pragmatik sangat jelas.”
Tuturan (4); 
A         : “Maaf, aku pinjam tugas Pragmatik. Aku tidak bisa mengerjakan.”
B         :  “Dasar goblok, ini cepat kembalikan!”

Tuturan (3) B mematuhi maksim keperkenaan dalam prinsip kesantunan karena penutur meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian terhadap pihak lain. Sementara itu tuturan (4) B melanggar maksim ini karena meminimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan memaksimalkan pujian kepada diri sendiri.  Tuturan  (3)  B memiliki tingkat kesantunan yang lebih tinggi dari pada tuturan (4) B.

d.      Maksim Kerendahhatian (Modesty Maxim)
Di dalam maksim kerendahhatian, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara meminimalkan  pujian terhadap diri sendiri dan memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri. Orang akan dikatakan tidak santun apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan diri sendiri.Maksim ini bertujuan untuk merendahkan hati  agar tidak sombong bukan untuk merendahkan diri. Perhatikan tuturan (5) dan (6) berikut ini!
Tuturan (5)
A  : “Mas, dalam kegiatan seminar internasional nanti anda menjadi moderator, ya.”
B  : “Waduh, nanti aku grogi.”
Tuturan (6)
A  : “Mas, dalam kegiatan seminar internasional nanti anda menjadi moderator, ya.”
B  : “Tidak masalah, jadi moderator itu sepele buatku.”

Tuturan (5) B lebih santun dibandingkan tuturan (6) B. Tuturan (5) B dikatakan lebih santun karena penutur memaksimalkan penjelekan pada diri sendiri, sedangkan tuturan (6) B kurang santun karena memaksimalkan pujian pada diri sendiri. Dengan demikian tuturan (5) B mematuhi prinsip kesantunan untuk maksim kerendahhatian, sedangkan tuturan (6) B melanggarnya.

e.       Maksim Kesetujuan (Agreement Maxim)
Maksim ini dijabarkan dalam submaksim “Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain!” dan “Maksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain!” Menurut Rustono (1999:69) maksim kesetujuan – Rahardi (2008:64) menyebutnya dengan istilah maksim permufakatan, adalah maksim di dalam prinsip kesantunan yang memberikan nasihat untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain. Di dalam maksim ini, ditekankan agar peserta tutur dapat saling membina kemufakatan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing akan dapat dikatakan bersikap santun. Tuturan (7) B dan (8) B merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan maksim kesetujuan.
Tuturan (7)
A         : “Bagaimana kalau sehabis kuliah kita mendiskusikan tugas Prof. Rustono?
B         : “Boleh.”
Tuturan (8)
A         : “Bagaimana kalau sehabis kuliah kita mendiskusikan tugas Prof. Rustono?
B         : “Saya sangat setuju.”

Tuturan (7) B dan (8) B merupakan tuturan yang mem­inimalkan ketidaksetujuan dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri sebagai penutur dengan pihak lain sebagai mitra tutur. Dibandingkan dengan tuturan (7) B, tuturan (8) B lebih memaksimalkan kesetujuan. Karena itu derajat kesopan-nya lebih tinggi tuturan (8) B daripada tuturan (7) B.

f.       Maksim Kesimpatian (Symphaty Maxim)
Maksim kesimpatian dijabarkan dalam dua submaksim, yaitu 1) minimalkan antipati antar diri sendiri dan pihak lain, dan 2) maksimalkan simpati antar diri sendiri dan pihak lain. Di dalam maksim ini, diharapkan para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antar diri penutur dengan mitra tutur. Sikap antipati terhadap pihak lain dianggap sebagai tindakan tidak santun. Tuturan (9) B dan tuturan (10) B berikut ini mematuhi maksim kesimpatian dalam prinsip kesatunan dengan kadar kesantunan yang berbeda.
Tuturan (9)
A         : “Sis, ibuku meninggal tadi pagi.”
B         : “Innalillahiwainailahi rojiun. Saya ikut berduka cita.”
Tuturan (10) 
A         : “Sis, ibuku meninggal tadi pagi.”
B         : “Innalillahiwainailahi rojiun. Saya ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya
  atas meninggalnya ibunda tercinta.”

Tuturan (9) B dan (10) B dikatakan memenuhi prinsip kesantunan maksim kesimpatian karena kedua tuturan tersebut memaksimalkan simpati kepada A. Dalam kedua tuturan tersebut tidak terlihat adanya rasa antipati terhadap B. Namun demikian, kadar kesantunan tuturan (10) B lebih tinggi dibanding tuturan (29) B.
Berbeda dengan tuturan (9) B dan (10) B, tuturan (11) B berikut ini melanggar prinsip kesantunan maksim kesimpatian.
Tuturan (11)
A         : “Sis, ibuku meninggal tadi pagi.”
B         : “Semua orang juga akan mati.”

Tuturan (11) B dikatakan melanggar maksim kesantunan karena tuturan tersebut memaksimalkan antipati dan meminimalkan simpati terhadap A. Dengan demikan, tuturan (11) B tidak santun.

D.    Metode
1.      Rancangan
Rancangan penelitian ini berawal dari masalah percakapan dari salah satu video rokok jarum 76 yang terdapat kata jangkrik didalamnya, kemudian di analisis dengan kesantunan Leech dan disimpulkan apakah kata tersebut santun atau tidak.
2.      Sumber data
Sumber data terdapat pada salah satu video rokok jarum 76 dan yang menjadi data adalah kata jangkrik yang terdapat dalam percakapan dalam video tersebut.
3.      pengumpulan data (dokumentasi)
3.1  menonton, menyimak, dan menuliskan dialog percakapan yang ada di salah satu video rokok jarum 76 tersebut.
3.2  Setelah data sudah didapatkan maka data akan dianalisis dengan maksim-maksim kesantunan yang dikemukakan oleh Leech.
4.      penganalisisan data
penganalisisan data di mulai maksim ketimbangrasaan/kearifan (tact maxim), kemudian dengan maksim kemurahhatian/kedermawanan (generosity maxim), maksim keperkenaan/pujian (appobation maxim), maksim kerendahhatian (modesty maxim), maksim kesetujuan/kesepakatan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (symphaty maxim). Setelah dianalisis dengan maksim-maksim  tersebut  maka  akan disimpulkan bahwa kata jangkrik tersebut santun atau tidak.
5.      pengujian kesahihan data
kefalitan data dilakukan dengan triangulasi dan pengesahan teman sejawat, dan selain itudata penelitian ini terdapat di internet dan dapat di tinjau di alamat http://www.youtube.com/watch?v=Y8kiJ_uQDd4.
  
F.     Prototipe Analisis Data
Dengan menggunakan prototipe perancangan dialog percakapan dalam video tersebut yang kemudian dianalisis dengan prinsip kesantunan dari Leech.

G.    Data dan Analisis
1.      Data
Data dari penelitian ini hanya berisi sedikit dialog antara jin dan seorang petani, dalam video tersebut digambarkan pada suasana pedesaan. Tepatnya di pematang sawah, seorang petani sedang duduk bersantai kemudian jatuh sebuah benda dari langit yang mengenai atap pematang sawah tersebut, kemudian jatuh ke jalan setapak dekat pematang sawah tersebut. Seketika si petani terhenyak dan langsung menghampiri lampu ajaib tersebut. Ketika petani tersebut hendak mengambil lampu ajaib tersebut tiba-tiba dari dalam lampu tersebut keluar sesosok jin yang menyerupai manusia yang berpakaian adat jawa tengah. Kemudian tanpa ada basa basi si Jin tersebut menawarkan sebuah permintaan kepada si petani;
Jin        : Aku beri satu permintaan. Monggo ...
Petani : a ... (berpikir)

Mendapat sebuah permintaan Cuma-Cuma dari Jin, petani tersebut berpikir sampai malam hari, sedangkan jin tersebut memerhatikan jam yang merupakan batas waktu dari masa berlaku permintaan si petani. Petani yang sedang berpikir tentang apa yang akan ia minta pada jin tersebut ternyata posisi petani tersebut sedang membelakangi jin. Dan ketika masa berlaku permintaan petani tersebut habis, jin menepuk punggung petani tersebut hingga mengeluarkan kata secara spontan.
Jin        : ....... heng .... (sambil menepuk punggung si petani)
Petani  : ee .. eee... jangkrik ..
Jin        : oke (sambil tersenyum)

Maka setelah petani tersebut mengatakan kata jangkrik, dan jin tersebut menyetujui p[ermintaan penatu tersebut dengan hati senang dan seketika petani tersebut berubah menjadi seekor makhluk yang menyerupai jangkrik.
2.      Analisis
2.1  Maksim kearifan
Analisi akan dilakukan sesuai langkah-langkah yang sudah dijabarkan di metode penelitian. Langkah pertama yakni akan dianalisis dengan maxim kearifan.
Jin        : Aku beri satu permintaan. Monggo ...
Petani : em ... (berpikir)
Jin        : ....... heng .... (sambil menepuk punggung si petani)
Petani  : ee .. eee... jangkrik ..
Jin        : oke (sambil tersenyum)
Dalam konteks percakapan diatas, penutur kata jangkrik adalah si petani dan si jin sebagai petutur. Menurut maksim kearifan kata jangkrik yang di lontarkan oleh si petani yang merupakan kata makian karean penati tersebut di kagetkan dengan cara di tepuk punngungnya dari belakang. Namun jin selaku petutur merasa tidak dirugikan dan jin merasa di untungkan karena si petani sudah mengucapkan permintaannya. Jadi jika ti tinjau dari segi petutur maka makian jangkrik tersebut santun karena jin memenuhi janjinya untuk mengabulkan permintaan si petani dan si jin sudah memenuhi maksim kearifan.

2.2  Maksim maksim kemurahhatian/kedermawanan (generosity maxim)
Dalam konteks percakapan dialog yang sedemikian dimana leech mengungkapkan bahwa penilaian perkataan seseorang di nilai dari sudut pandang si petutur maka kata makian jangkrik yang di lontarkan si petani santun karena si petutur merasa diuntungkan karena janji untuk mengabulkan permintaan si petani terlaksana dan hal ini memenuhi prinsip kemurahatian.

2.3  maksim keperkenaan/pujian (appobation maxim)
jika di analisis dari segi maksim pujian dalam konteks yang seperti di atas sudah memenuhi prinsip maksim pujian dan kata makian jangkrik bukannlah kata yang santun tetapi tidak santun. Karena kata jangkrik yang di ucapkan oleh petani merupakan kata makian yang di lontarkan kepada di jin karena sudah membuat si petani terkejut.

2.4  Maksim kerendahhatian (modesty maxim)
Berasal  dari hasil analisis maksim pujian yang menyatakan bahwa kata jangkrik tersebut dalam konteks yang sedemikian meruipakan kata makian maka secara prinsip kerendahhatian kata jangkrik tersebut tidak menunjukkan rasa rendah hati si penutur. Jadi kata jangkrik tersebut tidak santun.

2.5  Maksim kesetujuan/kesepakatan (agreement maxim)
Kata jangkrik yang dilontarkan oleh si petani dianggap santun karena sudah memenuhi prinsip kesantunan, karena pelontaran kata makian jangkrik yang di tujukan pada jin selaku petutur malah mendapatkan persetujuan dari jin dan jin tidak mesara di beratkan dengan permintaan tersebut.

2.6  Maksim kesimpatian (symphaty maxim)
Kata jangkrik oleh si jin sebagi petutur sudah dianggap sebagai sebuah permintaan dari si petani dan sebagaimana janjinya, si jin harus memenuhi segala permintaan di petani. Ketika si petani mengatakan kata jangkrik yang maksudnya memaki si jin namun si jin mengartikan dengan maksud lain. Bukan sebagai makian tetapi sebagai permintaan yang sudah di tunggu-tunggu maka kata jangkrik ini pun santun .
Jadi menurut prinsip kesantunan yang di analisis dengan maksim yang ada, maka kata jangkrik pada konteks dialoh video roko jarum 76 ini dianggap santun dari segi petutur, dan kata ini dianggap sebagai kata makian. Artinya, kata jangkrik merupakan kata makian yang dilontarkan oleh petani selaku penutur kepada jin selaku petutur adalah santun karena dari hasil analsis ditentukan oleh banyaknya maksim yang menyatakan santun dan tidak santun. Dan hasilnya 4 maksim di antaranya menyatakan santun dan 2 diantaranya menyatakan tidak santun. Jadi kata makian jangkrik pada video rokok jarum 76 dianggap santun.

H.    Kesimpulan
Menurut prinsip kesantunan dari hasil analsis maksim-maksim kesantunan ditemukan bahwa lebih banyak maksim yang menyatakan santun ketimbang tidak santun. Karena 4 maksim di antara 6 maksim yang ada menyatakan santun dan 2 lainnya menyatakan tidak santun. Jadi kata makian jangkrik pada video rokok jarum 76 dianggap santun







Daftar Pustaka

Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 1993. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Ismari. 1995. Tentang Percakapan. Surabaya: Airlangga University Press.
Leech. George, 1983. Prinsip-prinsip Pragmatik (Terj., 1993 oleh: Dr. M. D.D. Oka, M.A.) Jakarta: Universitas Indonesia.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wijana, I Dewa. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.
Zaman, Saefu. 2010. Prinsip, Skala, dan Strategi Kesantunan

MEKANOLINGUISTIK




Linguistik Terapan

Universitas Negeri Surabaya

Agus Paramuriyanto       117835008    Arista Ambarwati            117835009           Emiko Watanabe             117835601




mekanolinguistik
Diawali dengan kata mekanolinguistik yang mulai menggelitik hingga di titik pemantik yang membuat terpantik membutuhkan dukungan untuk pemutakhiran bahasa pemrograman yang kian marak bagai air yang mengalir mencari aliran untuk itu tertemukan bantuan untuk itu salah satunya yakni masukan untuk Google Translate dalam Hal Penerjemahan Bahasa Jepang dalam Penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia, dan sebaliknya, serta Alasan-alasan  Kenapa Google Kesulitan dalam Menerjemahkan Bahasa Jepang.


MEKANOLINGUISTIK

Abstrak
Begins with the word mekanolinguistik, which began tickling, until at the point of ignition, which makes terpantik, need support, to update the programming language, which is gathering popularity like water, which flows to find the flow, for it has be found  assistance for it, one of which is, input to Google Translate, in the Japanese translation into Bahasa Indonesian, and vice versa, as well as the reasons why Google Difficulties in Translating Japanese.
Agus Paramuriyanto       117835008
Arista Ambarwati           117835009
Emiko Watanabe           117835601

A.      Pendahuluan
Mekanolinguistik, untuk ahli bahasa mungkin kata ini sudah sangat familiar, namun bagi kami ini sungguh sangat liar. Keadaan yang membuat kami sangat risau adalah ketidaktahuan kami dengan apa yang sebenarnya kami cari tahu yakni tentang arti kata “mekanolingistik”. Sungguh banyak pertanyaan yang ada dibenak kami, saat kami mulai mencari-cari data mengenai mekanolinguistik ini. Rasanya ingin sekali “kami di peluk Tuhan”. Mulai dari Google Translate, Bing Translate, Wikipedia, dan situs-situs lainnya. Tetap saja kami tak menemukan arti kata mekanolinguistik. Kami merasa sudah mengalami kebuntuan. Dan mulai terpukau dengan kejenuhan.
Lama dari ini kami berinisiatif untuk langsung melakukan analisis data yang inti topik kami yakni “penerjemahan”. Dengan hanya bermodalkan keyakinan meski makna yang kami pegang adalah makna yang simpang siur kalau mekanolinguistik ini adalah linguistik yang terdapat di dalam komputer. Dan merupakan subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan dalam menyusun program-program komputer (Nikodemus: Tipologi). Jadi kami langsung saja mengumpulkan data-data yang berupa kata-kata keseharian orang Jepang yang merupakan pokok penerjemahan kami. Namun kami hanya mengambil beberapa saja karena jika kami menganalisis semua kata-kata Jepang maka waktu sebulan ini kami rasa sangatlah kurang. Maka itu kami juga mengambil dari makalah yang pernah dipresentasikan oleh Emiko Watanabe di Pascasarjana UNESA dikelas A 2011 tepatnya di ruangan K 04.04. (16 April 2012) dengan dosen pengampu Dr. Maria Mintowati M. Pd.
Setengah hati kami melakukan analisis karena masih terbebani dengan arti mekanolinguistik yang sebenarnya. Syukurlah disaat mulai mencapai penyimpulan. Terlintas dipikiran kami tentang “bahasa pemrograman” yang dimiliki jurusan teknik. Karena kami berpikir tentang bahasa yang digunakan untuk menyusun sebuah program, dan jika di singkat menjadi bahasa pemrograman. Tanpa banyak waktu kami mencari informan yang bisa memberikan wawasan baru kepada kami tentang bahasa pemrograman ini.
Dimana lagi klo bukan ke pusat ilmu teknik, yang identik dengan program komputer. Tidak lain dan tidak bukan dan tidak ada pilihan lain jadi kami memilih ITS Surabaya.  Dan ternyata kami benar-benar mendapatkan pencerahan disana. Bertemu dengan beberapa mahasiswa ITS Surabaya, namun ini masalah untuk kami, karena mereka tidak mau nama mereka di cantumkan dalam makalah ini. Dan langsung saja informasi yang kami dapat adalah bahwa mekanolinguistik itu kata lain dari linguistik komputasi. Hal ini di kuatkan oleh pendapat Mimi Binti Malik (2011) mencakup penggunaan linguistik dalam bidang komputer dan usaha untuk membuat mesin penerjemah, usaha pemanfaatan komputer dalam penyelidikan bahasa, misalnya dalam penyusunan konkordansi teks-teks, dalam perhitungan frekuensi kata-kata untuk perkamusan dan pengajaran bahasa. Bidang ini disebut juga linguistik komputasi.

B.      Pembahasan
1.       Linguistik Komputasi
Linguististik Komputasi atau Linguistik komputasional (bahasa Inggris: computational linguistics) adalah bidang antardisiplin yang mengkaji pemodelan bahasa alami dengan statistika dan berbasis aturan dari sudut pandang komputasi. Pemodelan ini tidak dibatasi pada suatu bidang tertentu dari linguistik. Selain linguistik, bidang studi yang juga dilibatkan dalam linguistik komputasional antara lain adalah ilmu komputer, kecerdasan buatan, matematika, logika, ilmu kognitif, psikologi kognitif, psikolinguistik, dan antropologi. (wikipedia: linguistik komputasional).
Nah jika mekanolinguistik itu linguistik komputasi, sedangkan linguisting komputasi sendiri memiliki ilmu komputer dan semacamnya maka penafsiran kami tidak meleset. Bahwa mekano linguistik itu adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa pemrograman yang ada di dalam komputer. Nah di dalam ilmu komputer sendiri terdapat ilmu yang mempelajari hal itu lebih mendalam yakni linguistik korpus. Dan apa bila mekanolinguistik ini juga di kaitkan dengan teknologi yang dimiliki komputer, maka tak aral juga bahwa subdisiplin ini merupakan sebuah teknologi komunikasi dan bahasa karena komputer merupakan salah satu alat komunikasi. (wikipedia)

2.       Linguistik korpus
Dalam wikipedia adalah bagian dari komputasi linguistik dan bagian dari studi bahasa umum. Ini berkaitan dengan koleksi besar teks-teks lisan dan tertulis, sampai dengan ratusan kata jutaan. Area utama yang menarik dalam linguistik korpus ada dua. Pertama, mereka sedang membangun, memelihara dan mengoperasikan koleksi tersebut. Kedua, adalah menganalisis dan menafsirkan fitur bahasa dan fenomena yang biasanya tidak terlihat pada skala yang lebih kecil.
Dengan demikian, bagian pertama dari pekerjaan ini? menyajikan teknologi komputer yang menyediakan alat untuk analisis bahasa dan deskripsi formal dari bahasa sebagai sistem yang dapat digitalisasi, disimpan dan diakses dengan penggunaan alat-alat elektronik. Hal ini memerlukan merancang sistem penyimpanan yang efektif dan user-friendly interface yang membuat teks-teks yang tersedia untuk penelitian dan analisis. Menyimpan surat dan kata-kata tidak menjadi masalah bahkan untuk komputer awal, tapi menyimpan deskripsi? dari berbagai aspek kata dan menemukan link multidimensi antara unsur-unsur bahasa tersebut masih menantang untuk teknologi bahasa. Ini adalah domain dari ilmu komputer. Metode analisis berasal dari statistik dan analisis matriks, sebagai bahasa yang bersifat multidimensi dan banyak aspek harus dipertimbangkan pada saat yang sama?
Transaksi bagian kedua dengan interpretasi data dicari dan diperoleh dari sejumlah besar bukti penggunaan bahasa. Ini interface bahasa sebagai fenomena sosial, budaya dan psikologis. Itu adalah domain dari psikolinguistik dan sosiolinguistik, kajian budaya dan bidang linguistik lain yang menarik seperti: studi leksikal, semantik pragmatik, gaya bahasa, analisis pidato, dan terakhir tidak mengajar minimal dan terjemahan. Hasil di daerah ini adalah baik akademis, yaitu, pertumbuhan pengetahuan tentang bahasa, keterkaitan dengan bahasa lain, cara itu fungsi, dan praktis dengan membuat database yang tersedia dan alat untuk pelajar, guru dan penerjemah: penerjemah baik manusia atau mesin.
Bagian ketiga merupakan pengantar untuk analisis corpus dan statistik. Beberapa konsep dasar  dalam linguistik korpus sebagai domain empiris disajikan. Hitungan, frekuensi dan uji statistik menunjukkan metodologi analisis corpus. Dan bagian yang tak kalah empat memberikan contoh penggunaan dan penerapan alat-alat dalam linguistik dan menunjukkan ide-ide untuk penelitian lebih lanjut dan pengembangan. Setelah Anda inginkan seperti banyak koleksi teks dengan bahasa yang digunakan, imajinasi manusia tampaknya menjadi satu-satunya batas penelitian.

3.       Teori Gender
Menurut Tadao (1995 : 911) Gender merupakan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan kultural. Dari zaman dahulu laki-laki sering dikatakan cepat mengambil keputusan, rasional, egois, atau agresif. Sedangkan perempuan sering dikatakan lemah, lembut, sopan, santun, pasif, dan penuh perhatian. Di Jepang Laki-laki dan perempuan masing-masing dilambangkan dengan kanji yang berbeda. Laki-laki dilambangkan dengan huruf yang mengandung unsur kanji yang berarti ‘sawah’ dan ‘tenaga’ yang menggambarkan perannya sebagai orang yang bekerja sekuat tenaga memproduksi padi di sawah untuk menyokong kehidupan bangsa guna membangun negara. Pekerjaan mulia ini dianggap milik laki-laki walaupun pada kenyataannya banyak juga perempuan yang turut bekerja di sawah. Berbeda dengan laki-laki, perempuan ditulis dengan huruf yang melambangkan orang yang sedang menari. Hal ini memberi gambaran sosok wanita yang berperan sebagai penghibur orang (laki-laki). Seolah-olah mereka dijadikan objek kesenangan atau kepuasaan orang yang melihatnya.

4.       Mesin Terjemahan
John (1992) Mesin Terjemahan adalah cabang linguistik komputasional yang mempelajari penggunaan perangkat lunak komputer untuk menerjemahkan teks atau ucapan dari satu bahasa alami ke bahasa lainnya. Pada tingkat dasar, terjemahan mesin melakukan substitusi atau penggantian sederhana kata-kata dari satu bahasa alami ke bahasa lainnya. Dengan menggunakan teknik korpus, dapat dilakukan penerjemahan yang lebih kompleks sehingga memungkinkan penanganan yang lebih baik terhadap perbedaan tipologi linguistik, pengenalan frasa, penerjemahan idiom, dan juga penanganan anomali.
Perangkat lunak terjemahan mesin yang ada saat ini umumnya mengizinkan kustomisasi berdasarkan domain atau profesi sehingga meningkatkan hasil terjemahan dengan membatasi lingkup substitusi yang diizinkan. Teknik ini terutama efektif dalam suatu domain yang menggunakan bahasa formal. Pada praktiknya, terjemahan mesin dari dokumen-dokumen pemerintah dan hukum ternyata menghasilkan keluaran yang lebih berguna daripada teks pembicaraan atau teks lain yang lebih tidak standar bentuknya.
Perbaikan kualitas keluaran juga dapat dicapai melalui campur tangan manusia. Contohnya, beberapa sistem dianggap lebih akurat menerjemahkan jika penggunanya telah menandai kata-kata mana di dalam teks yang merupakan suatu nama. Dengan bantuan teknik-teknik ini, terjemahan mesin telah terbukti bermanfaat sebagai suatu alat bantu bagi penerjemah manusia, dan dalam beberapa penerapan bahkan dapat menghasilkan keluaran yang dapat dipergunakan langsung ("as is"). Namun demikian, sistem-sistem yang telah tersedia saat ini tidak mampu untuk menghasilkan keluaran dengan kualitas yang menyamai penerjemah manusia, terutama jika teks yang akan diterjemahkan menggunakan bahasa sehari-hari.(wikipedia: terjemahan mesin)

5.       Hasil Analisis
Dari data yang diperoleh tentang penerjemahan bahasa Indonesia ke dalam Jepang  dan sebaliknya, tergambar dengan jelas bahwa terdapat perbedaan  pemakaian bahasa laki-laki di Jepang. Namun selain itu hal ini juga yang memengaruhi keberadaan penggunaan bahasa latin dalam kosakata penerjemahan pada Google Translate. Mungkin, salah satu alasan Google tidak menggunakan bahasa latin untuk mengganti bahasa Jepang dalam penerjemahan bahasa jepang terhadap bahasa lain (sebut saja bahasa Indonesia misalnya). Alasan lainnya datang dari keanekaragaman bahasa dan huruf yang dimiliki bahsa Jepang yang kenyataanya memiliki huruf Hiragana, Huruf Katakana, dan huruf Kanji. Dengan kemajemukan huruf yang yang dimiliki oleh bahasa Jepang menjadi salah satu unsur yang mengganjal Google untuk memasukkan huruf latin untuk menggantikan huruf bahasa Jepang.
Hal ini menjadi penyebab utama mengapa Google tidak mengganti huruf bahasa Jepang dengan huruf latin di dalam GoogleTranslate. Karena Jepang memiliki tiga jenis huruf dalam bahasa Internasional Jepang. Tapi kenyataannya untuk saat ini Google melakukan hal itu, dan hasilnya hasil terjemahan Google translate  menjadi tidak beraturan dan tidak sesuai dengan  bahasa Jepang yang baik dan benar. Sebut saja kata ayah-ibu dengan kata ayah dan kata ibu, dalam bahasa Jepang ketiga kata ini berbeda. Dari hasil google translate kata ayah-ibu sangat berbeda dengan dengan hasil terjemahan dari pengguna asli bahasa Jepang, dan hasil terjemahan google translate salah. Sedangkan kata ibu dan kata ayah hasil terjemahan google translate benar. Namun dari semua hasil terjemah an google ini tidak satupun dari beberapa kata yang di coba diterjemahkan, hasil terjemahannya tidak memakai huruf latin, melainkan huruf Jepang. Hal ini tentu saja sangat menyulitkan bagi orang awam yang ingin belajar bahasa jepang. Karena tidak banyak orang yang bisa menbaca huruf Jepang jepang.
Selain itu  hasil terjemahan dari google susunannya terbalik hal ini di buktikan pada kata. Hasil terjemahan dari biodata dari Emiko Watanabe. Di mulai dari nama Emiko Watanabe dalam bahasa Jepang urutannya adalah marga keluarga di awal  (Watanabe Emiko) sedangkan di Indonesia hal tersebut terbalik menjadi naman marga ada di belakang nama asli (Emiko Watanabe). Di mulai dari penerjemahan kata per-kata, per-frasa hingga per-kalimat hasil terjemahan google translate tetap menghasilkan terjemahan dalam huruf bahasa Jepang. Dan hasil ini menurut pengguna asli banya terdapat kekeliruan karena dalan hasil terjemahan tersebut terjadi pencampuran huruf bahasa Jepang, yakni huruf hiragana, katakana, hingga kanji di campur jadi satu. Sedang menurut pengguna asli hal tersebut tidak boleh. Karena jika menggunakan huruf hiragana maka semua ata dari awal kalimat higga akhir alimat harus menggunaa huruf hiragana. Sama hal nya engan 2 jenis huruf lainnya. Yakni katakana dan huruf kanji. Karena tiga huruf ini sangat berbeda dan setiap hurufnya memiliki aryi sendiri dan jika ketiga huruf ini dicampur adukkan dalam suatu kalimat  maka arti dari kalimat itu pun akan tercampur aduk dan tidak terbaca. 
Seandainya Jepang memilih salah satu dari tiga jenis huruf yang mereka gunakan difokus atau di pilih untuk mewakili bahasa Jepang menjadi bahasa Internasional dari bahasa Jepang itu sendiri. Mungkin hal tersebut bisa memermudah  Google translate dalam mencantumkan bahasa dan huruf yang akan diguakan dalam menerjemahkan suatu bahasa ke dalam bahasa Jepang. Hal ini juga dapat memermudah google translate dalam menentukan huruf latin yang akan digunakan dalam melambangkan dan mewakili huruf-huruf bahasa Jepang. Misalnya, Jepang mengakui huruf  Kanji sebagai huruf mewakili bahasa Jepang yang digunakan dalam hubungan internasional. Hal ini dapat pula memermudah para pelajar dari negara lain untuk belajar tentang bahasa Jepang. Jadi dalam menentukan huruf latin yang digunakan pun dapat bersifat konsisten dengan melambangkan huruf Kanji.
Selain permasalahan di atas yang di hadapi Google dalam menerjemahkan bahasa lain ke dalam bahasa Jepang. Ada masalah lainnya yakni penggunaan bahasa laki-laki dan bahasa perempuan di Jepang. Karena di Jepang terdapat penggunaan terhadap dua Gender ini. Dan bahasa yang digunakan antara dua Gender ini berbeda. Namun hal ini dapat teratasi dengan pengklasifikasian. Karena untuk bahasa internasional, bahasa Jepang lebih banyak bahasa laki-laki yang digunakan untuk mewakili bahasa Jepang. Namun bahasa laki-laki ini hanya untuk melambangkan bahasa Jepang yang bersifat umum. Dan untuk bahasa perempuan sendiri tetap menggunakan bahasa perempuan. Misalnya, seperti kata ayah-ibu itu menggunakan bahasa laki-laki, kakak, adik, saudara itu juga menggunakan bahasa laki-laki dan sejenis dengan kata-kata yang bersifat umum lainnya, sedangkan untuk kata ibu, nenek itu tetap menggunakan bahasa perempuan, atau kata-kata yang berhubungan dengan perempuan tetap menggunakan bahasa perempuan.

Tata kalimat dan pola kalimat dalam Bahasa Jepang yang di bandingkan dengan tata kalimat dan pola kalimat dalam bahasa Indonesia. Misalnya, dengan lambang S sebagai subjek, P sebagai predikat, O sebagai objek, dan K sebagai keterangan.

1.       Salah satu contoh kalimat dalam bahasa cowok di lampiran 1
          ご飯    食べます   → huruf Jepang Kanji
Watashi wa gohan  o   tabemasu                 → huruf latin
   saya          nasi            makan                 → pola Jepang
  ‘saya makan nasi’                         → pola Indonesia

Arti kalimat di atas dengan pola bahasa Indonesia adalah “Saya makan nasi”. Sedangkan arti dengan pola bahasa Jepang adalah “saya nasi makan”. Pada pola bahasa Indonesia saya sebagai subjek dengan makan predikat dan nasi sebagai subjek, sedangkan  pola bahasa Jepang adalah Subyek adalah Watashi (saya) dengan Obyek adalah Gohan (nasi) dan dengan Kata kerja adalah Taberu (makan). Dari hasil pengidentifikasian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan pola antara pola bahasa Indonesia dengan pola bahasa Jepang dan pada kalimat ini bahasa Indonesia berpola S-P-O sedangkan pada bahasa Jepang berpola  S-O-P.

2.       Salah satu contoh kalimat dalam bahasa cowok di lampiran 2
               8時          飛行機       乗って    インドネシア        行きます。
Watashi   wa    hachi-ji     no    hikouki      ni      notte             Indonesia          e        ikimasu.
   Saya               jam 8             pesawat              naik              Indonesia         ke         pergi
Saya pergi ke Jepang dengan naik pesawat pada saat pukul 08:00.’

Arti kalimat di atas dalam bahasa Indonesia adalah ‘Saya pergi ke Jepang dengan naik pesawat pada saat pukul 08:00.’ Dengan pola saya sebagai subjek, pergi ke Jepang sebagai predikat, naik pesawat sebagi objek, pada saat pukul 08:00 sebagai keterangan waktu. Berbeda dengan tata kalimat dan pola kalimat dengan bahasa Jepang yang berpola Watashi ha sebagai subjek dengan 8:00 no adalah keterangan waktu dan Hikouki ni note adalah object serta Indonesia e ikimasu adalah predikat. Dari pengidentifikasian di atas disimpulkan bahwa dalam kalimat di atas yang berbahasa Indonesia memiliki pola S-P-O-K sedangkan pada kalimat yang berbahasa Jepang memiliki pola SKOP.

3.       Salah satu contoh paragraf dalam bahasa cowok di lampiran 2
Hal yang sama juga akan terjadi pada kalimat-kalimat paragraf tersebut yakni pola kalimatnya akan seperti di atas.

私の名前は渡邉恵三子です。私の年は24歳です。私は19871110日に生まれました 今、私はスラバヤ国立大学でインドネシア語を勉強しています。Unesaの先生はとても優しいので、私はUnesaでインドネシア語を勉強するのがとても楽しいです。
Watashi no namae wa Watanabe Emiko desu. Watashi no toshi ha nijyuu-yon sai desu. Watashi wa 1987-nen 10 tsuki 11-nichi ni umaremashita. Ima, watashi wa Surabaya Kokuritsu Daigaku de Indonesia-go o benkyou shiteimasu. Unesa no sensei ha totemo yasashii node, watashi ha Unesa de Indonesia-go o  benkyou surukotoga totemo tanoshii desu.)

Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia menggunakan Google translate.

‘Nama saya Watanabe Emiko. Umur saya 24 tahun. Saya lahir pada 10-11-1987. Sekarang saya belajar bahasa Indonesia di Universitas Negeri Surabaya. Saya sangat senang belajar bahasa Indonesia di Unesa karena dosen-dosen di Unesa sangat baik’.

私の名前は恵美子渡辺です。私は24歳です。私は19871011日に生まれました。今、私はスラバヤの州立大学でインドネシア語を学ぶ。講師がUnesaに非常に優れているので、私は非常にUnesaインドネシアを学ぶことを嬉しく思います。
Watashinonamaeha Emiko Watanabedesu. Watashi wa 24-saidesu. Watashi wa 1987-nen 10 tsuki 11-nichi ni umaremashita. Ima, watashi wa Surabaya no shūritsu daigaku de Indoneshia-go o manabu. Kōshi ga Unesa ni hijō ni sugurete irunode, watashi wa hijō ni Unesa Indoneshia o manabu koto o ureshiku omoimasu.

Kesimpulan
            Terdapat beberapa alasan kenapa Google tidak menggunakan lambang huruf latin kedalam hasil terjemahan bahasa Jepang, salah satunya adalah terdapat tiga lambang huruf yang berbeda  yang ada di Jepang yakni lambang huruf Hiragana, Katakana, dan Kanji. Keragaman inilah yang menyebabkan Google kesulitan dalam menentukan menentukan lambang huruf mana yang dipakai untuk mewakili hasil terjemahan bahasa Jepang. Karena lambang huruf ketiganya berbeda. Dan tulisan latin untuk melambangkannya ketiganya pun berbeda. Karena lambang huruf ketiganya berbeda.
            Kesalahan dalam hasil penerjemahan Google masih terdapat banyak kesalahan dalam penerjemahan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang . kesalahan tersebut sering terjadi pada pola kalimat, keterangan-keterangan waktu. Dalam pola kalimat kesalahan terjemahan nya terletak antara letak subjek dan predikat, dan terkadang terletak pada objek. Sedangkan dalam hal keterangan-keterangan waktu, dalam bahasa Jepang semua keterangan waktu selalu berada setelah subjek. Sedangkan dalam bahasa Indonesia keterangan waktu bisa berada di depan ataupun di belakang kalimat sepelah predikat.
            Selain kedua alasan di atas terdapat satu lagi permasalah yang dihadapi Google yakni masalan Gerder. Di Jepang Gender laki-laki dan perempuan sangat memengaruhi penggunaan bahasa di Jepang. Namun, sebenarnya masalah ini bisa terpecah dan terselesaikan jika terdapat pemisahan atau pengelompokan kata antara bahasa laki-laki dan bahasa perempuan. Salah satu ciri cari pengelompokan kata ini adalah penggunaan bahasa laki-laki terkesan lebih bersifat umum. 
            Salah satu solusi meski sedikit berat, seanadainya Jepang mengonsistenikan bahasanya pada satu lambang huruf saja untuk mewakili lambang huruf mereka di dunia Internasional. Misalnya lambang huruf Kanji dijadikan lambang huruf internasional mereka. Maka hal ini memudahkan para pelajar bahasa Jepang untuk menerjemahkan bahsa Jepang ke dalam bahasa yang telah mereka kuasai terlebih dahulu. Dengan begitu masalah penggantian lambang huruf Kanji ini bisa disertai dengan huruf latin atau di wakilkan dengan huruf latin sehingga terjemahan bahasa Jepang dapat dibaca oleh para pelajar atau para pemelajar.
            Ditemukan rumus pola kalimat bahasa Jepang yang berpola subjek selalu di awal kalimat dan predikat di akhir kalimat dan objek berada di tengah kalimat (S-O-P) dengan pola kalimat bahasa Indonesia yang berpola subjek berada di depan kalimat dan objek berada di akhir kalimat sedangkan predikat berada diantara subjek dan objek (S-P-O). Sama hal dengan pola kalimat bahasa Indonesia yang berpola S-P-O-K pada bahasa Jepang pola kalimat tetap subjek berada di depan dan presikat berada di akhir kalimat bahkan pada kalimat bahasa Indonesia yang berpola S-P-O-K pola kalimat bahasa Jepang frasa yang menyatakan keterangan waktu berada setelah subjek sebelum objek (S-K-O-P).







Daftar pustaka

Hutchins, W. John (1992). An Introduction to Machine Translation. London: Academic Press.
Kyouko, Funada. 2004. Yasashii Shoho no Indonesia-go. Tokyo; Nanundou.
Umesao, Kodansha Tadao. 1995. Nihongo Daijiten. Tokyo; -
Wikipedia,2011.http://id.wikipedia.org/wiki/Linguistik_komputasionaldi unduh pada tanggal 21-05-2012
Wikipedia,2012 http://id.wikipedia.org/wiki/Terjemahan_mesin di unduh pada tanggal 21-15-2012
Yumiko, Yamada Hikari 1985. Nihongo no kokoro. Tokyo; Nanundou.

















Lampiran 1





Lampiran 2

Tata kalimat dalam Bahasa Jepang memakai aturan subyek-obyek-kata kerja. Misalnya,

Saya pergi ke Jepang dengan naik pesawat pada saat pukul 08:00.
Dalam bahasa Indonesia Saya sebagai subjek, pergi ke jepang sebagai predikat, naik pesawat sebagi objek, pada saat pukul 08:00 sebagi  keterangan waktu

              0800     飛行機      乗って、インドネシア        行きます。
(Watashi wa hachi-ji   no  hikouki     ni   notte,           Indonesia         e      ikimasu.)

Watashi ha adalah subyek. 8:00 no adalah keterangan waktu. Hikouki ni note adalah object. Indonesia e ikimasu adalah predikat.

私の名前は渡邉恵三子です。私の年は24歳です。私は19871110日に生まれました 今、私はスラバヤ国立大学でインドネシア語を勉強しています。Unesaの先生はとても優しいので、私はUnesaでインドネシア語を勉強するのがとても楽しいです。
Watashi no namae wa Watanabe Emiko desu. Watashi no toshi ha nijyuu-yon sai desu. Watashi wa 1987-nen 10 tsuki 11-nichi ni umaremashita. Ima, watashi wa Surabaya Kokuritsu Daigaku de Indonesia-go o benkyou shiteimasu. Unesa no sensei ha totemo yasashii node, watashi ha Unesa de Indonesia-go o  benkyou surukotoga totemo tanoshii desu.)

Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia menggunakan Google translate.

Nama saya Watanabe Emiko. Umur saya 24 tahun. Saya lahir pada 10-11-1987. Sekarang saya belajar bahasa Indonesia di Universitas Negeri Surabaya. Saya sangat senang belajar bahasa Indonesia di Unesa karena dosen-dosen di Unesa sangat baik.

私の名前は恵美子渡辺です。私は24歳です。私は19871011日に生まれました。今、私はスラバヤの州立大学でインドネシア語を学ぶ。講師がUnesaに非常に優れているので、私は非常にUnesaインドネシアを学ぶことを嬉しく思います。
Watashinonamaeha Emiko Watanabedesu. Watashi wa 24-saidesu. Watashi wa 1987-nen 10 tsuki 11-nichi ni umaremashita. Ima, watashi wa Surabaya no shūritsu daigaku de Indoneshia-go o manabu. Kōshi ga Unesa ni hijō ni sugurete irunode, watashi wa hijō ni Unesa Indoneshia o manabu koto o ureshiku omoimasu.







Lampiran 3

Bahasa laki-laki di Jepang (bahasa keseharian)

No
Bahasa Indonesia
Bahasa Kanji
Bahasa Latin
Terjemahan Google Translate
Jepang – Indonesia (Kanji)
Jepang – Indonesia (Latin)
1
Ayo Kita Makan
食べようぜ
Tabeyouze
Mari kita makan
Tabeyouze
2
Jangan Makan
食べるな
Taberuna
Jangan makan
Taberuna
3
Aku Tidak Makan
食べてねぇよ
Tabeteneeyo
Hei, aku sudah makan
Tabeteneeyo
4
Makanlah!
食べろ!
Tabero!
Tabero!
Tabero!




Bahasa perempuan di Jepang (bahasa keseharian)

No
Bahasa Indonesia
Bahasa kanji
Bahasa latin
Terjemahan Google Translate
Jepang – Indonesia (Kanji)
Jepang – Indonesia (Latin)
1
Ayo kita makan
食べましょう
Tabemashou.
Makan
Tabemashou.
2
Jangan makan
食べないで
Tabenaide
Jangan makan
Tabenaide
3
Aku tidak makan
食べないよ
Tabenaiyo
Saya tidak makan
Tabenaiyo
4
Makanlah!
食べて!
Tabete!
Makan itu!
Tabete!

















Lampiran 4
Kata Ganti Orang yang Berhubungan dengan Gender Bahasa Jepang (Laki-Laki dan Perempuan)
No
Bahasa Indonesia
Bahasa Kanji
Bahasa Latin
Terjemahan Google Translate
Jepang – Indonesia (Latin)
Jepang – Indonesia (Kanji)
Indonesia – Jepang (Latin)
Indonesia (Jepang Latin) – Jepang
1
Laki-Perempuan
男女
Danjo
Danjo
Pria Dan Wanita
オス - メス
男女
2
Laki-laki
男性
Dansei
Dansei
Laki-Laki
男性
Dansei
3
Perempuan
女性
Jyosei
Jyosei
Wanita
女性
Jyosei
4
Ayah-Ibu
父母
Fubo
Fubo
Ayah Dan Ibu
父の母
伏波山
5
Ayah
Chichi
Chichi
Ayah
派手な
6
Ibu
Haha
Haha
Ibu
(笑)
7
Suami-Istri
夫婦
Fuufu
Fuufu
Sepasang
夫婦
Fuufu
8
Suami
Otto
Minyak Mawar
Suami
オットー
9
Istri
Tsuma
Tsuma
Istri
10
Orang Tua/ Wali Murid
父兄
Fukei
Fukei
Orangtua
/保護者
婦警
12
Kakak laki-laki
Ani
Ani
Saudara
アニ
13
keluarga/saudara
兄弟
Kyoodai
Kyoodai
Saudara
家族/親族
Kyoodai
14
Adik Laki-Laki
Otouto
Otouto
Saudara
男性の妹
Otouto






Lampiran 5

Bahasa  Laki-Laki dan Perempuan dalam Bahasa Jepang
Emiko Watanabe (117835601)
a.       Pendahuluan
Dalam bahasa Jepang terdapat dua buah dialek sosial yang berbeda berdasarkan diferensiasi jender penuturnya yaitu ragam bahasa perempuan (joseigo, onna kotoba) dan ragam bahasa laki-laki (danseigo, otoko kotoba). Meskipun kedua ragam bahasa ini sedikit demi sedikit hilang karena oleh perubahan zaman, tetapi ada bagian yang masih tetap bertahan dan dipakai oleh masyarakat penutur bahasa Jepang hingga sekarang. Kalau zaman dulu laki-laki Jepang pasti menggunakan bahasa laki-laki, tetapi pada zaman sekarang ada banyak anak perempuan SMP dan SMA yang menggunakan bahasa laki-laki. Demikian juga pada zaman dulu perempuan menggunakan bahasa perempuan, tetapi kalau zaman sekarang perempuan yang menggunakan bahasa perempuan adalah perempuan yang bersifat sopan dan lembut, dan kadang-kadang ada laki-laki yang menggunakan bahasa perempan juga.
Memang pada suasana tuturan formal seperti pada acara rapat, seminar, simposium, dan kegiatan formal lainnya sama sekali tidak bisa terdengar kedua ragam bahasa ini. Tetapi pada percakapan sehari-hari yang tidak resmi kadang-kadang bisa terdengar pemakaian bahasa ini dari orang-orang Jepang pada kalangan tertentu. Demikian juga pada saat perkenalan atau pertemuan pertama dengan orang Jepang, percakapan dilakukan dengan menggunakan ragam standar. Tetapi semakin lama  bergaul dengan orang Jepang, terutama apabila hubungan dengan orang Jepang sudah sangat akrab, sedikit demi sedikit akan terjadi perubahan variasi bahasa yang dipakai termasuk ke dalam ragam bahasa wanita dan ragam bahasa laki-laki. Tidak sedikit kedua ragam bahasa tersebut dipakai dalam novel karena kalau menggunakan bahasa laki-laki dan perempuan sangat mudah dipahami tokoh dalam novel ini laki-laki atau perumpuan.
Dalam makalah ini, akan dibahas tentang sejarah, jenis, peran bahasa laki-laki dan perempuan, dan perubahan bahasa perempuan dan laki-laki oleh perubahan zaman.

b.      Pembahasan
Jender merupakan perbedaan jenis kelamin laki-perempuan yang dibentuk secara sosial dan kultural (Tadao, 1995 : 911). Dari zaman dulu di Jepang laki-laki sering dikatakan cepat mengambil keputusan, rasional, egois, atau agresif. Sementara perempuan sering dikatakan lemah, lembut, sopan santun, pasif, dan penuh perhatian.  Laki-laki dan perempuan masing-masing dilambangkan dengan kanji yang berbeda. Laki-laki dilambangkan dengan huruf yang mengandung unsur kanji yang berarti ‘sawah’ dan ‘tenaga’ yang menggambarkan perannya sebagai orang yang bekerja sekuat tenaga memproduksi padi di sawah untuk menyokong kehidupan bangsa guna membangun negara. Pekerjaan mulia ini dianggap milik laki-laki walaupun pada kenyataannya banyak juga perempuan yang turut bekerja di sawah. Berbeda dengan laki-laki, perempuan ditulis dengan huruf yang melambangkan orang yang sedang menari. Hal ini memberi gambaran sosok wanita yang berperan sebagai penghibur orang (laki-laki). Seolah-olah mereka dijadikan objek kesenangan atau kepuasaan orang yang melihatnya.
Dalam pembentukan kata pun perempuan terlihat tidak mendapat prioritas utama. Kata danjo (Laki-Perumpuan) tidak dapat diubah menjadi jodan dengan harapan mendahulukan unsur perempuannya. Sama dengan danjo, kata-kata fubo (ayah-ibu), fuufu (suami-istri) tidak bisa dibalikkan menjadi bofu, fufuu. Kata fukei yang berarti orang tua/wali murid berasal dari kata chichi (ayah) dan ani (kakak laki-laki). Begitu juga kata kyoodai yang berarti keluarga/saudara berasal dari kata ani (kakak laki-laki) dan otooto (adik laki-laki). Walaupun fukei berarti ‘orang tua/wali murid’ dan kyoodai berarti ‘keluarga/saudara’ namun di dalamnya tidak terkandung unsur ‘perempuan’ baik ibu, kakak perempuan, maupun adik perempuan.
Seperti ditulis di atas, dari zaman dulu di Jepang sangat jelas dibedakan posisi, peran laki-laki dan perempuan, maka dibentuk bahasa laki-laki dan perempuan. Namun, kedua ragam bahasa ini berubah terus dengan arus zaman. Asal bahasa laki-laki yang sering dipakai sekarang adalah bahasa Samurai Zaman Edo (Edo-Jidai). Samurai ( atau) adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan. Ciri khas bahasa laki-laki adalah variasi kata ganti pertama. Misalnya, “Ore”, “Boku”, “Washi”, “Oira” dan lain-lain. Kara ganti pertama dalam bahasa perempuan adalah “Watashi” dan “Watakushi”. Dilihat dari aspek pemakaian akhir kalimat terdapat beberapa perbedaan antara yang dipakai laki-laki dan yang dipakai perempuan. Di dalam ragam bahasa laki-laki dipakai seperti zo, ze, kai, dazo, daze, sedangkan di dalam ragam bahasa perempuan dipakai kashira, wa, wayo, wane, no, noyo, none, dan kotoyo. Zo, ze, kai, dazo, daze, dan sebagainya dalam ragam bahasa laki-laki merefleksikan maskulinitas penuturnya sebagai insan yang sangat tegas, berani, kuat, penuh percaya diri, penuh kepastian, atau cepat dalam mengambil keputusan.
Berbeda dengan partikel-partikel itu, partikel-partikel kashira, wa, wayo, wane, no, noyo, none, koto, dan kotoyo yang dipakai dalam ragam bahasa perumpuan menjadikan bahasa yang diucapkan lemah lembut dan tidak menunjukkan ketegasan atau kekuatan. Partikel-partikel itu dipakai untuk menghaluskan atau melemahkan pendapat, kesimpulan, keputusan, pikiran, atau pertanyaan penuturnya sehingga mereka terkesan ramah tamah dan sopan santun. Dalam penggunaan kata benda juga perbedaan bahasa laki-laki dan perempuan sangat jelas. Dalam bahasa Perempuan di depan kata benda menggunakan “O”. Misalnya, “Sushi” menjadi “Osushi”, “Cha(teh)” menjadi “Ocha”, “Hana(bunga)” menjadi “Ohana” dan lain-lain. Dalam bahasa sopan juga, terlihat perbedaan bahasa laki-laki dan perumpuan.
Seperti ada di atas, dari zaman dulu bahasa Jepang dibagi bahasa laki-laki dan perempuan dengan jelas. Akan tetapi, sedikit demi sedikit fenomina tersebut berubah dengan arus zaman. Dulu peran perempuan Jepang adalah menjaga rumah sebagai ibu rumah tangga. Namun, zaman sekarang perempuan pun bisa bekerja seperti laki-laki. Peran perempuan dan laki-laki tidak seperti dulu, maka bahasa antara laki-laki dan perempuan juga berubah. Banyak perempuan Jepang yang muda tidak mau menggunakan bahasa perempuan. Bahasa laki-laki menjadi bahasa Jepang yang sering dipakai oleh orang Jepang, baik laki-laki maupun perempuan zaman sekarang.

c.       Simpulan
Bahasa mengrefleksikan lingkungan masyarakat. Begitu juga bahasa Jepang, yang mengandung nilai-nilai seksis, dapat merefleksikan nilai-nilai, sikap, atau pandangan masyarakat Jepang terhadap laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, dengan arus zaman bahasa perempuan jaran dipakai oleh perempuan Jepang karena peran perempuan juga berubah. Perempuan bukan hanya bekerja di rumah lagi. Perubahan itu ada sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif adalah perempuan bisa mendapatkan kebebasan seperti laki-laki. Sedangkan sisi negatif adalah menghilang kebudayaan tradisional.

Daftar Pustaka
Umesao, Kodansha Tadao. 1995. Nihongo Daijiten. Tokyo; -

Jyosei.go,http://ja.wikipedia.org/wiki/%E5%A5%B3%E6%80%A7%E8%AA%9   Di unduh tanggal 13 April 2012

Samurai, http://ja.wikipedia.org/wiki/%E4%BE%8D. Di unduh tanggal 13 April 2012
Yumiko, Yamada Hikari 1985. Nihongo no kokoro. Tokyo; Nanundou.
Kyouko, Funada. 2004. Yasashii Shoho no Indonesia-go. Tokyo; Nanundou.