Dosen Pembimbing:
Dr. Budinuryanta Yohanes, Prof. Djodjok S. Sp. Hd
Oleh:
Agus Paramuriyanto
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PASCASARJANA UNESA SURABAYA
2011/ 2012
RELASI MAKNA KONTRAS DALAM SEMANTIK
(Oposisi Biner, Taksonomi, Dikotomi, Graduatif)
A.Pengantar
Sebagai salah satu komponen bangsa, semantik pernah kurang diperhatikan orang karena objek studinya, yaitu makna, dianggapsangat sukar ditelusuridan dianalisis strukturnya. Makna sangat bersifat arbiter, berbeda dengan morfem atau kata, sebagai sasaran dalam studi morfologi, yang strukturnya tampak jelas dan dapat di segmen-segmenkan.
Namun, dewasa ini, keadaan itu berbalik. Kini semantik dianggap sebagai komponen bahasa yang tidak dapat dilepaskan dalam pembicaraan linguistik. Tanpa membicarakan makna pembahasan linguistik belum dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu tidak lain daripada upaya unttuk menyampaikan makna-makna itu. Ujaran-ujaran yang tidak bermakna tidak ada artinya sama sekali.
B.Relasi Makna
Diawali dengan pengertian relasi yang merupakan sebuah hubungan.(KBBI, 1990, 738). Jadi relasi makna adalah sebuah hubungan makna. Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kita temui adanya hubungan kemaknaan antara kata yang satu dengan kata yang lain. Hubungan yang seperti ini menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (redundansi), dan sebagainya. (Chaer, 2002).
C.Relasi makna kontras
Perkembangan bahasa Indonesia saat ini sungguh luar biasa. di mulai dari kata kontras atau biasa di kenal dengan oposisi atau antonimi. Ketiga kata ini mengandung makna “berlawanan” (KBBI, 1990). Jadi kita bisa mengatakan relasi makna kontras, relasi mkna oposisi, ataupun relasi makna antonimi (Sukardi, dkk. 1995, 11). Dan kebetulan kami menyukai kata oposisi karna kata ini cenderung menggelitik-menggeliat.
Verhaar (1983:133)Antonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang artinya nama, dan anti yang artinya melawan, dan secara harfiah antonim berarti nama lain untuk benda lain pula. Secara semantik verhaar (1978) mendefinisikan sebagai sebuah ungkapan (biasanya berupa kata, tapi bisa juga dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. (chaer, 2002, 88). Dan pembahasan kali ini kami mulai dengan oposisi biner, kemudian oposisi taksonomi, oposisi dikotomi, dan oposisi graduatif.
Jadi antonimi merupakan hubungan semantik antara duabuah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, kontras antara yang satu dengan yang lain.
1.Oposisi biner
Oposisi jenis ini dapat dikatakan sebagai oposisi penuh. Artinya pasangan yang ada adalah pasangan tetap. (Sukardi, 1995, 11). Sama halnya dengan pendapat Chaer mengenai oposisi biner ini yakni oposisi ini dapat dikatakan sebagai oposisi mutlak. (Chaer, 2002). Dengan demikian oposisi biner ini merupakan oposisi yang kata-katanya memiliki pasangan yang tidak dapat diganti dengan kata lain.
Misal kata hidup dan kata mati, karena dalam pengertian kata hidup itu belum mati atau tidak mati, sedangkan kata mati sudah pasti tidak hidup. Dan contoh lainnya adalah gerak dan diam, arti diam itu berarti yidak bergerak, sedangkan kata gerak berarti tidak diam.
Dalam bahasa Indonesia oposisi biner ini tidak memiliki istilah lanjutan. Misalnya kata mati, kata mati tidak memiliki istilah lanjutan agak mati, cukup mati, ataupun sangat mati, begitu juga dengan kata hidup, kata hidup tidak memiliki islitah lanjutan seperti agak hidup, cukup hidup, ataupun sangat hidup. (Chaer, 2002: 90)
Jadi oposisi biner ini benar-benar oposisi yang bersifat mutlak. Setiap pasangannya tidak dapat diganti dengan kata lain selain dari kata pasangannya itu sendiri.
2.Oposisi Taksonomik/ Hierarkial
Oposisi taksonomik atau taksonomi dalam linguistik lebih dikenal dengan oposisi yang bersifat hierarkial. Menurut Chaer (2002:92) makna kata yang beroposisi hierarkial ini menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan. Oleh karena itu kata-kata yang yang beroposisi hierarkial ini adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, dan isi), nama satuan hitungan, jenjang pangkat, dsb.
Menurut Sukardi (1995:13) Oposisi ini hampir sama dengan oposisi majemuk, tetapi terdapat kriteria tambahan, yaitu tingkat. Ciri oposisi ini adalah penegasan terhadap yang satu menunjuk padan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah.
Misalnya kata meter beroposisi hierarki dengan kilometer, karena keduanya berada pada deretan yang menyatakan satuan panjang.
Jadi oposisi taksonomi ini merupakan oposisi yang pempertentangkan kata-kata yang teramsuk dalam satu satuan kelompok, yang menyatakan satuan ukuran, satuan hitungan, satuan jenjang, dsb.
3.Oposisi Dikotomik/ Hubungan
Menurut Sukardi, 1995, 12. Oposisi jenis ini terjadi antara kata-kata yang mengandung relasi kebalikan. Misalnya: suami-istri, guru-murid, dsb.
Sedangkan menurut Chaer, 2002, 91, oposisi ini bersifat saling melengkapi. Artinya, kehadiran kata yang satu karena ada kata lain yang menjadi oposisinya. Apabila tanpa kehadiran keduanya maka oposisi ini tidak ada. Misalnya: penjual-pembeli, suami istri, utara selatan, dsb.
Jadi oposisi tipe ini merupakan oposisi yang terjadi apabila kedua kata oposisi tersebut hadir kedua-duanya karena kata satu dengan kata yang saling saling melengkapi keoposisiannya dan merupakan kebalikan diantara kata-katanya.
4.Oposisi Graduatif
Menurut Sukardi, 1995, 12. Oposisi ini menyangkut oposisi diantara dua istilah yang masih memiliki tingkatan antara. Misalnya: kaya-miskin, besar-kecil, panjang pendek, dsb. Di antara leksem kaya dan miskin masih memiliki derajat yang lain, yaitu: sangat kaya, cukup kaya, agak kaya, sangat miskin, miskin sekali, dan agak miskin.
Sedangkan menurut Chaer, 2002, 90. Oposisi ini di sebut juga oposisi kutub yang pertentangannya bersifat tidak mutlak, melainkan bersifat relatif atau gradasi. Artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata-kata tersebut.
Jadi Misalnya, kaya dan miskin. Kata kaya dan kata miskin bersifat relatif. Karena tingkat satuannya tidak diketahui, atau seberapa kaya orang itu atau seberapa miskin orang itu. Itu semua bersifat relatif, tergantung situasi dan kondisi dan sikap serta pandangan manusianya sendiri. Misalnya, orang yang bekerja pada bulan pertama berpenghasilan 10 juta kemudian di bulan depannya dia berpenghasilan kurang dari 1 juta. Dengan begitu dia merasa miskin dengan panghasilan sebesar bulan kedua, sebaliknya seorang miskin yang stiap harinya berpenghasilan seribu rupiah yang kemudian esok harinya ia berpenghasilan 5 ribu, dan dia pikir dia sudah kaya, atau agak kaya.
Jadi oposisi graduatif ini bersifat relatif karena sangat bergantung pada situasi dan kondisi, serta sikap dan pandangan manusia itu sendiri.
Kesimpulan
Dari penjelasan dan pencontohan diatas dapat di ampbil kesimpulan bahwa antonimi merupakan hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, kontras antara yang satu dengan yang lain.
Oposisi biner ini benar-benar oposisi yang bersifat mutlak. Setiap pasangannya tidak dapat diganti dengan kata lain selain dari kata pasangannya itu sendiri.
Oposisi taksonomi ini merupakan oposisi yang pempertentangkan kata-kata yang teramsuk dalam satu satuan kelompok, yang menyatakan satuan ukuran, satuan hitungan, satuan jenjang, dsb.
Oposisi tipe ini merupakan oposisi yang terjadi apabila kedua kata oposisi tersebut hadir kedua-duanya karena kata satu dengan kata yang saling saling melengkapi keoposisiannya dan merupakan sebuah kebalikan diantara kata-katanya.
Oposisi graduatif ini bersifat relatif karena sangat bergantung pada situasi dan kondisi, serta sikap dan pandangan manusia itu sendiri.
Daftar Pustaka
Sukardi, Dkk, 1995. Antonimi dalam Bahasa Jawa. Jakarta. Departemen pendidikan dan kebudayaan
Chaer, Abdul, 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.
Chaer, Abdul, 2007. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar